Selasa, 25 Oktober 2016

Karya Novranza K.

7 KURCACI

            Namaku Claura, aku mempunyai enam sahabat terbaik. Raya, Joe, Leina, Keylie, Vito dan Yogi, merekalah teman-teman terbaikku. Kami mempunyai sebuah nama untuk persahabatan kami yaitu 7 kurcaci. Kami seperti kurcaci yang saling bekerja sama, selalu berbagi dan baik hati.

Kring.. kring.. kring..  ! alarm ku berbunyi.

“Claura, ayo cepat bangun dan bersiap-siap karena hari ini kamu ada acara kelulusan, mama sudah menyiapkan baju untuk kamu kenakan”
Sementara aku masih dalam keadaan setengah sadar, “Baiklah ma”. Aku pun langsung bersiap-siap dan mama ku sudah menyiapkan makan pagi. Setelah itu kami pun pergi bersama-sama ke gedung Himalaya.

            Sesampainya disana ternyata teman-temanku sudah banyak yang datang.

“Hai Claura” sapa Raya dan Joe padaku.

“Hai Raya, hai Joe, mengapa kalian hanya berdua saja, kemana yang lain?”

“Leina, Keylie, sedang ke toilet, lalu Vito dan Yogi sedang dalam perjalanan kemari.” Kata Raya.

“Oh.. Tidak terasa ya bahwa kita sudah lulus, aku sangat tidak menyangka akan secepat ini” kataku.

Tidak lama Leina dan Keylie datang.

“Hai Claura” sapa mereka.

“Hai” kataku

“Kamu sangat cantik dengan gaun ini” kata Keylie

“Terima kasih Key, kalau kau ingin nanti setelah selesai acara ini kita belanja bersama” kataku

“Ah.. tidak usah nanti aku merepotkan dirimu, aku jadi tidak enak pada ibu mu Claura” kata Keylie

“Ya, benar kata Key, nanti kita terus merepotkan dirimu, kau terlalu baik pada kami Claura” kata Lei

“Ya sudah, tapi kapan-kapan kalian harus mau, aku saja tidak merasa direpotkan” kataku

“Iya Claura ku” kata Lei dan Key sambil tertawa.

            Kemudian datanglah Yogi dan Vito, mereka berdua kembar namun tak sama. Ya begitulah mereka, mereka sangat baik dan asik.

“Hai, ayo kita langsung duduk disana” kata Vito.

“Oke”

Kami pun duduk di satu deret kursi sambil menikmati acara peresmian kelulusan kami. Tak lama acara pun selesai dan kami sudah resmi lulus dari sekolah.

“Claura, ayo kita pulang, kita akan mengurusi surat-surat untuk kuliah mu di luar negeri” kata ibuku yang bertingkah sombong didepan teman-temanku.

Ya ibuku memang selalu begitu di depan ke-enam sahabat ku, ia selalu merendahkan teman-temanku. Aku sangat tidak suka dengan sifat ibuku yang seperti ini.

“Ya bu, ibu tinggu saja di mobil, aku ingin berpamitan dengan temanku dulu”

“Baiklah sayang”, lagi-lagi menjawab dengan nada sombong.

“Jadi benar kamu akan meninggalkan kami?” tanya Joe padaku.

“Bukankah kita sudah berjanji akan membuka usaha bersama setelah ini?” kata Vito

Mendengar pertanyaan mereka aku menjadi terpaku, aku bingung harus menjawab apa, karena aku tidak bisa melawan perkataan ibuku.

“Maafkan aku, aku sangat ingin bekerja sama dengan kalian tapi ibuku, ia tidak ingin aku selalu bersama kalian, kalian kan sudah tau ini sejak lama” kataku

“Ya Claura, sebaiknya memang benar kau harus mengikuti perkataan ibumu, aku tidak mau ibumu tambah benci pada kami” kata Keylie.

“Iya Claura, benar apa yang dikatakan key” kata Lei dan Joe.

“Teman-teman aku tidak bisa lama, aku sudah ditunggu ibuku, aku minta maaf sekali lagi, sampai jumpa” kataku

            Kami terus memikirkan bagaimana agar Claura tetap di sini dan ibu Claura tidak terus merendahkan kami. Semoga Tuhan memberikan jalan untuk kami agar kami bisa selalu bersama Claura. Bersahabat selamanya.

“Sebaiknya kita pulang” kata Yogi

“Aku masih tidak menyangka, aku tidak ingin Claura pergi” kata Raya.

“Sudahlah, kalau memang kita ditakdirkan selalu bersama, Claura tidak akan pergi” kata Vito

“Benar apa yang dikatakan Vito, sebaiknya kita berdoa yang terbaik untuk Claura dan kita semua” kata Joe

“Joe, Raya, Key kami pulang dulu ya” kata Vito, Yogi dan Leina

Mereka bertiga pun pulang bersama karena arah menuju rumah mereka sama sedangkan Joe, Raya dan Keylie berbeda dengan mereka.

“Joe, Raya kita mampir ke restauran dulu yuk, aku sangat lapar” kata Key

“Iya kekey sayang” kata Joe yang berusaha menggoda Keylie.

“Kalian ini memang sama saja, baru tadi kalian makan di gedung” kata Raya

“Duh.. Raya kamu tahu kan kalau kami seperti ini, haha..”

            Mereka bertiga tertawa bersama, dan melanjutkan perjalanan bersama ke restauran terdekat.

“Claura, sampai kapan kamu terus bergaul dengan mereka” kesal ibuku

“Sudahlah bu, Claura kan sudah berteman dengan mereka sejak kecil, tetapi nilainya tetap bagus dan sikapnya juga baik, temannya itu tidak membawa dampak negatif bagi Claura bu” kata Ayah ku

            Aku pun hanya bisa menangis dan mendengar orang tua ku bertengkar hanya karena diriku.

“Claura kamu harus dengarkan kata mama, kamu ini baru saja lulus, kamu harus kuliah untuk melanjutkan belajar kamu agar nantinya kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan ibu tidak akan malu dengan teman-teman ibu” kata ibuku.

“Bayangkan kalau kamu tidak kuliah, kamu mau jadi apa, perusahaan tidak akan mau menerima kamu, yang ada kamu bikin malu ibu” sambung ibuku.

“Iya ibu, maaf kalau Claura membuat kesal ibu, Claura akan mendengarkan kata ibu, tapi izinkan aku agar aku selalu bisa berkomunikasi dengan teman-temanku” kataku.

“Tidak, tidak akan pernah ibu izinkan, kamu harus berteman dengan selevel mu, agar kamu tidak salah pergaulan” kata ibu.

“Ibu benar-benar kejam” aku pun sudah tidak kuat menahan semua kesal ku, aku pun pergi ke kamar untuk menyendiri.

“Bu, kamu itu tidak pernah mengerti perasaan Claura” kata ayah.

“Aku mengerti dia, apa yang ia mau aku turuti, tapi kenapa apa yang aku inginkan tidak dia turuti” kata ibu.

“Karena keinginanmu itu tidak pantas diwujudkan” kesal ayah.

“Ah.. terserah apa kata ayah, ibu capek ingin istirahat, ayah makan saja sendiri” kata ibu yang kesal, lalu menuju kamar.

Aku rasanya ingin pergi dari sini, aku sangat tidak suka dengan keadaan seperti ini, aku sangat tertekan. Memang sebaiknya aku pergi dari rumah ini untuk beberapa hari saja agar hatiku menjadi tenang, mungkin aku bisa menginap dirumah Leina. Aku pun menyiapkan tas serta uang, namun untuk handphone ku sebaiknya aku tinggalkan di kamar ku agar orang tua ku tidak menelpon diriku. Aku keluar melalui jendela kamarku, lalu aku berjalan keluar gerbang tanpa diketahui satpam atau pembantu rumahku. Akhirnya aku berhasil. Aku terus berjalan menuju rumah Leina dengan tatapan kosong. Aku berharap dapat menenangkan diri disana bersama Leina, karena hanya Leina yang benar-benar mengerti aku.

Sudah setengah jalan ku jejaki, aku tetap berjalan fokus kedepan tak lama aku dihampiri tiga orang pemuda yang seram, dan aku sangat takut mereka menarikku dan merampas tasku. Aku berteriak “Tolong.. tolong..” namu tidak ada yang mendengar. Aku pun dibawa ke sebuah gudang disekitar jalan tersebut. Aku diikat dengan tali dan tiga pemuda itu meminta nomor telepon orang tua ku untuk meminta tembusan, namun aku tidak pernah ingat nomor telepon orangtua ku. Mereka marah padaku, akhirnya pergi meninggalkan ku di gudang, mungkin mereka ingin melanjutkan mencari mangsa dan mencari identitas keluarga ku untuk mendapatkan uang. Ibu ayah , Claura sangat takut, untungnya pemuda itu hanya merampas tas ku.

Sementara dirumah,

“Ayah.. ayah.. Claura hilang yah” kata ibuku. “Apa? Bagaimana bisa ia menghilang?” kata ayah. “Ini semua pasti karena ayah..” ibuku menyalahkan ayah.

“Sudahlah bu, sekarang bukan waktunya untuk menyalahkan, ayo cepat kita kabarkan polisi dan teman-teman Claura” kata ayah.

“Ray, handphone kamu bunyi tuh” kata Joe.

Raya pun mengangkat telepon tersebut dan ternyata...

“Joe, Key, Claura hilang, baru saja ayah Claura mengabarkannya padaku, bagaimana ini?” kata Raya yang kebingungan dan panik.

“Sebaiknya aku kabari Lei, Vito dan Yogi agar mereka ikut membantu mencari Claura” kata Keylie.

“Ayo cepat kita harus mencari bersama dan menanyakan orang disekitar, siapa tahu mereka melihat Claura pergi kemana” kata Joe.

         Sementara Lei, Vito dan Yogi yang telah mendengar kabar tersebut dari Key langsung bergegas mencari Claura di tempat berbeda.

Mereka pun terus mencari dan polisi pun sudah turun tangan. Sudah 3 hari aku hilang, aku pun merasa sudah sangat bersalah, pasti ibu dan ayah sangat khawatir padaku. Teman-teman ku juga pasti sedang panik mencari ku. Aku sangat menyesal pergi tanpa izin orang tua ku. Aku janji setelah bebas dari sini aku akan menuruti perkataan ibu dan ayah, aku tak ingin ibu dan ayah menjadi bertengkar karena aku. Mungkin aku harus segera merelakan teman-teman ku dan mungkin suatu saat aku bisa bertemu kembali dengan keenam sahabat terbaikku.

            Aku tidak boleh diam saja di gudang ini, aku harus berusaha mencari jalan keluar dari gudang ini dan melepaskan ikatan tali ini. Namun tidak bisa, akhirnya aku mencoba menjalankan kursi ini kedepan pintu untuk aku berteriak agar dapat terdengar ke luar gudang tersebut. Sementara pemuda tersebut memang sedang pergi ke jalanan untuk mencari uang. 
Ini adalah peluang terbaikku. Semoga aku berhasil.

“Tolong.. tolong aku.. aku ada didalam gudang ini, apakah ada orang di luar sana? Tolong....”

“Eh kalian tunggu sebentar, apakah kalian mendengar suara minta tolong?” kata Vito.

“Hmm.. iya aku mendengarnya, suara ini mirip sekali dengan suara Claura” kata Leina.

“Ayo kita cari sumber suaranya” kata Yogi.

           Mereka terus mencari sumber suara tersebut, suara tersebut semakin besar dan semakin jelas terdengar saat kami mendekati sebuah gudang yang kami curigai.

“Jangan-jangan Claura disini? Duh Claura kasihan sekali dia di culik disini” kata Leina,

“Sebaiknya kita hati-hati deh Yog, siapa tau disini ada penculiknya” sambung Leina.

“Sudahlah kamu tenang saja Lei, Ayo Vit kita dobrak pintunya..” kata Yogi.

       Sedangkan Leina mengabari orang tua Claura agar polisi dapat menuju kemari untuk mengamankan kita semua.
“Ayo bu, Leina mengabarkan ia sudah menemukan Claura, lebih baik kita kesana bersama polisi” kata ayah. “Oh.. Tuhan, anakku akhirnya ketemu, ayo yah cepat, aku sudah sangat khawatir pada Claura” kata ibu.
“1.. 2.. 3.. dobrak!!” “1.. 2.. 3.. dobrak!!” semangat Vito dan Yogi.

Akhirnya kami berhasil mendobrak pintu gudang tersebut. Kami pun melihat Claura yang diikat dengan tali dan sudah dalam keadaan lemah karena ia belum makan selama 3 hari. Kami pun melepaskan ikatan tali tersebut. Tak lama kemudian saat kami ingin kabur, tiga pemuda tersebut datang namun sekarang mereka tidak hanya bertiga tetapi berenam. Vito dan Yogi pun tidak patah semangat, mereka harus melawan pemuda-pemuda tersebut agar bisa membebaskan Claura. Sedangkan Leina melindungi Claura dan membuat Claura tenang. Vito dan Yogi sudah penuh dengan luka, karena melawan keenam pemuda yang sangat jago berkelahi, namu mereka tidak menyerah, demi teman terbaiknya mereka rela bercucuran darah untuk menyelamatkan temannya.

Kemudian datanglah polisi dan orang tua dari Claura. Polisi tersebut langsung menangkap pemuda-pemuda tersebut. Dan orang tua Claura menghampiri Claura dan ibu Claura pun meminta maaf pada Claura atas semua yang ibu Claura perbuat. Sementara ayah Claura menelpon ambulance untuk membawa Vito dan Yogi untuk diobati karena luka berkelahinya tadi cukup parah. Namun biaya rumah sakit akan tetap ayah Claura tanggung.

Dirumah sakit, “Claura, maafkan ibu sekali lagi ya sayang” kata ibuku menangis, “Iya bu, tidak apa-apa”. Ibu juga meminta maaf pada teman-temanku dan berterima kasih telah menyelamatkan anaknya. “Claura, ibu akan membatalkan semua rencana kuliah mu itu, sekarang kamu boleh melakukan apa yang kamu mau dan kamu boleh berteman dengan mereka sampai kapanpun”. “Hah? Beneran bu? Wah.. terima kasih ibu” aku sangat senang mendengar perkataan ibuku, begitu pula teman-teman ku mereka juga turut senang.

“Ibu tidak akan lagi melarang kamu berteman dengan mereka Claura, jadi kapan pun kamu ingin bermain dengan mereka, ibu sangat memperbolehkan, kalian juga boleh membuka usaha bersama, namun kaliah juga harus kuliah, ibu akan membiayakan kalian untuk kuliah bersama-sama, pasti kalian akan sangat senang?” kata ibu senang.

“Asik.. terima kasih tante” kata kami.

“Oke saatnya kita makan, om membawakan makanan untuk kalian, pasti kalian lapar, om juga membawakan bubur untuk Vito dan Yogi” kata ayah sambil tertawa di ruang perawatan.

“Apa om? Bubur?” kata Vito dan Yogi yang tidak suka bubur.

“Iya, kalian berdua harus makan ini, oke?” kata ayahku.

“Ah... tidak” kata Vito dan Yogi kesal.

“Hahaha..” kami semua tertawa mendengarkan kekesalan Vito dan Yogi yang seperti anak kecil itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar