Selasa, 01 November 2016

Karya Nurfaizah

HARTA DI UJUNG PELANGI

“Ada banyak harta di ujung pelangi, emas dan berlian berkilauan didalamnya. Jika kau bisa mendapatkannya maka kau akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.” Kata ibu sembari menutup buku dongeng yang dia bacakan untuk ku.
Aku begitu suka dengan buku dongeng itu dan selalu meminta ibu untuk membacakannya sebelum aku tidur.
Aku pun menatap mata ibu yang indah dan berkata,”Bu, apakah aku dapat memiliki harta di ujung pelangi itu?”
Ibu pun tersenyum lembut,”Iya sayang, kau pasti mendapatkannya.”
Aku yang sudah hampir tertidur pun tertawa kecil,”Ah, aku harap Afon, Godewyn, dan Irina mau membantuku.”
Setelah aku tertidur, Ibu mengecup lembut keningku, mematikan lampu kamar, dan keluar dari kamarku.
“Selamat tidur sayang.”
………………………………………………………………………
        Semburat sinar mentari pagi mulai nampak dikamarku ketika aku bangun. Aku pun segera turun dari tempat tidur dan bersiap- siap untuk mandi dan sarapan. Setelah itu, aku bergegas ke rumah teman- temanku untuk memberitahukan agar berkumpul di markas rahasia kami.
       Markas rahasia kami ada di dalam hutan dekat rumah kami semua. Tidak terlalu jauh kedalam hutan. Markasnya juga kami hias dengan benda- benda yang kami temukan, seperti rangkaian lampu kecil yang ditemukan Afon pada karnaval minggu lalu, gambar kami berempat oleh Godewyn, beberapa buku tua yang ditemukan oleh Irina di gudang milik kakeknya, dan benda- benda tua pemberian keluargaku yang unik dan sudah tidak terpakai.
        Aku menunggu mereka semua sambil melihat ikan Flame Angel yang berenang di sungai samping markas rahasia kami.
        “Hoy Elma, mengapa kau dari tadi memperhatikan kecebong kecil itu?!”
        DEG!
        Hampir saja  aku terjatuh kedalam sungai, karena terkejut mendengar perkataan itu. Setelah menengok kebelakang ternyata teriakan itu berasal dari Afon.
        “Hei! Kau tau tidak?! Aku hampir saja jatuh kedalam sungai!!” jeritku panik
       “Huh, begitu saja kau sudah panik.” Kata Afon sambil terkekeh senang
      “Kau ini memang..!!”
      “Eii sudah jangan bertengkar!!!!!” seru Godewyn yang datang bersama Irina menggunakan sepeda barunya.
        “Huft, kalian ini masa pagi- pagi sudah bertengkar.” Kata Irina sambil menggelengkan kepalanya
         “Hehehe, Irina yang cantik. Kau tau lah kalau aku dan Afon memang sering bertengkar dari dulu.” Ucapku sambil cengengesan
         “Omong- omong, kenapa kau memanggil kita kesini?” Tanya Afon
         “Oh iya, aku sampai lupa!”
        Aku pun segera mengeluarkan jurnal kecil milikku yang sering aku isi dengan rencana- rencanaku.
       “Jadi begini, aku telah menyelidiki peta menuju ujung pelangi yang katanya di ujungnya terdapat harta karun yang berkilauan..”, jelasku bersemangat.
       Belum selesai aku menjelaskan tentang rincian rencanaku, Afon tiba- tiba saja memotong perkataanku.
       “Eleh, paling itu hanya wacana mu saja kan?”, sindir Afon.
       “Ish, kenapa sih kau ini selalu memotong perkataanku? Setidaknya dengarkan dulu -__-”
       “Pasti kau menginginkan kami ikut pada perjalanan konyolmu itu kan? Kau ingin kami ikut membantumu mencari harta itu.”
       “Hehehe, iya kau benar”
       “Apakah itu mnyenangkan?”, Tanya Godewyn dengan matanya yang berbinar- binar
      “Apakah kita akan menghadapi monster- monster yang menakutkan?”, Tanya Irina yang sudah ketakutan duluan.
     “Tentu saja itu sangat mengasyikkan Godewyn. Tidak ada yang berani menyentuhmu Irina. Bahkan, dari ujung kaki sampai ujung rambutmu.” Ucapku cepat agar mereka bisa meyakinkan mereka untuk ikut bersamaku.
      “Baiklah kami ikut!!”, sahut Godewyn dan diikuti oleh anggukan Irina.
     “Huh, baiklah kalau semuanya ikut, ya aku terpaksa ikut juga!”, kata Afon pasrah.
     “Yeay! Begitu dong Afon, sekali- kali setuju sama rencanaku. Aku jamin pasti seru!”, ucapku senang
     “Awas saja kalau sampai tidak menyenangkan!”
     “Iya iyaa”
     Kami pun mulai untuk membicarakan barang- barang apa saja yang harus kami bawa dan ada- ada saja hal konyol yang terjadi disaat itu.
     “Hei Godewyn, ka- kau serius ingin membawa sebanyak itu?” Tanya Afon yang terperangah melihat barang- barang yang ingin dibawa Godewyn untuk pergi.
    “Ya iya, aku serius mau membawa semua ini. Lagi pula kita tidak tau kan apa yang terjadi di perjalanan nanti.” Jawab Godewyn enteng sebelum dia memasukkan sebuah barang terakhir kedalam ranselnya yang besar.
     Meskipun Godewyn terkesan seperti anak laki- laki yang imut, tetap saja dia termasuk lumayan kuat. Pada saat diadakan pertandingan adu tinju dengan sebayanya di kampung kami dan pada akhirnya dia lah pemenangnya! Jujur, saat itu aku kaget dengan kemampuannya.
      “Astaga Elma, apakah kau kemana- mana membawa jurnal lusuhmu itu bahkan saat kau ingin bertualang?”, Tanya Irina heran
      “Kau sendiri kenapa membawa semprotan cabai sebanyak itu?”, Tanya ku balik
      “Yahh, kita kan hanya perlu berjaga- jaga. Siapa tahu nanti ada monster yang….”
     “Stop! Aku tahu apa yang kau katakan Irina.”
     “Hehehehehehe”
     Setelah selesai mengepak semua barang kami kedalam tas masing- masing, aku menjelaskan kemana kami akan pergi, yaitu ke dalam Rainfall Forest di desa seberang. Kami harus menggunakan kereta kuda yang lewat untuk sampai ke hutan itu.
    “Bagaimana semuanya? Sudah siap?”, tanyaku penuh semangat.
    “SIAPP!!” seru Afon, Godewyn, dan Irina yang juga ikut bersemangat.
     “Oke mari kita berangkat.”
…………………………………………………………………………………….
      Kami keluar dari hutan tempat markas rahasia kami dan berjalan hingga perbatasan desa menunggu kereta kuda yang lewat. Setelah beberapa menit, dari jauh terlihat kereta kuda tua yang dikendarai oleh paman Anzor.
     “PAMAN ANZOR!!”, seru kami yang ingin menumpang pada kereta kudanya.
     “HOII!!!”, paman Anzor mulai mempercepat laju keretanya dan menghampiri kami.
     “Pagi yang cerah anak- anak! Mau kemana kalian dengan barang- barang sebanyak itu? Maksudku hanya barang Godewyn saja sih yang terlihat banyak.”, kekeh paman Anzor yang melihat barang bawaan Godewyn.
     “Biasalah paman, Godewyn memang bawaannya seperti itu.” Jawab Afon santai.
     “Hahaha baiklah, jadi kalian mau kemana kali ini?”, Tanya paman Anzor sekali lagi.
     “Kami ingin pergi ke Rainfall Forest di desa sebelah paman. Apakah kau bias mengantarkan kami?”, tanyaku penuh harap
      “Hohoho, tentu saja bisa pasukan kecilku. Naiklah!”, jawab paman Anzor
      “Asyik!!”
     “Wohoo!”
     “Berisik-_-“, umpat Afon
     “…..”
     Disepanjang perjalanan paman Anzor yang penasaran akan pertualangan kami kali ini pun banyak bertanya, mulai dari kami mau pergi kemana sampai hal- hal yang harus kami hadapi untuk mencapai ke tujuan kami.
      “Hei apakah kalian tahu? Kalian akan benar- benar menghadapi beberapa halangan untuk mencapai ujung pelangi yang kalian inginkan itu.”, kata paman Anzor penuh misteri.
      “Tenang saja paman, apapun halangannya kami pasti bisa menghadapinya.”, jawabku mantap.
      “Ih, Elma! Jangan berkata seperti itu dong kau kan belum tahu halangannya apa saja.”, ucap Irina yang sudah mulai ketakutan lengkap dengan ekspresi anehnya.
      Irina memang cantik dan pintar, tapi ketika berhadapan dengan cerita monster atau apapun sejenis itu, dia akan menjadi sangat penakut. Padahal belum tentu dia tahu apakah itu benar atau tidak. Itu adalah salah satu sisi yang tidak aku sukai pada dirinya.
       “Tenang saja Irina kau tidak perlu sampai seperti itu. Lihat Afon dan Godewyn daritadi menahan tawa mereka ketika melihat ekspresi aneh mu itu.  Hemm, sebenarnya kalian hanya perlu memberantas serangan Troll Bryndis yang cerdik, peri- peri Dandelion yang kesepian, dan terakhir adalah istana dewi Thalia.”, jelas paman Anzor. Singkat,  padat, dan jelas.
        “Astaga, tidak pernah kah kalian mendengar bahwa serangan Troll Bryndis itu sangat sulit? Dia cerdik sekali saat memberikan kita pertanyaan menjebak.”, ucap Afon bergeridik
         “Lah, kau kan cerdik Afon. Tenang saja kalau kita menghadapinya aku akan mengajukan dirimu saja. Bhakakak.”, kata Godewyn sambil tertawa puas
         “Ck, teman macam apa kau ini?-_-“,
         “Pfft, maaf sobat aku hanya bercanda sedikitt.”
         Tak terasa sembari mengobrol dengan paman Anzor, mereka telah sampai di depan Rainfall Forest dan mereka pun segera turun dari kereta kudanya.
         Sebelum mereka masuk kedalam Rainfall Forest paman Anzor memberi mereka beberapa bunga kering dan ramuan ajaib yang bisa membantu mereka dalam perjalanan.
          “Ingat pesanku anak- anak. Apapun yang terjadi kalian tidak boleh menyerah. Kalian harus tetap bersama dalam menyelesaikan masalah yang ada di dalam sana.”, saran paman Anzor sambil menunjuk kedalam Rainfall Forest.
          "Tenang saja paman. Kami akan tetap bersama, meskipun si Afon terlihat malu- malu. Hahaha.", ucapku sambil tersenyum lembut.
          "Apanya yang malu- malu?!", sergah Afon cepat sambil memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.
          Kereta kuda paman Afon pun meninggalkan kami berempat didepan Rainfall Forest.
          "Ayo, kita masuk.", ajakku
          " Ya tuhan.."
          "Yeay, ayo masuk masukk."
          "Ah kalian ini kebiasaan berisik-_-"
          "...."
          Aku dan teman- temanku masuk kedalam Rainfall Forest. Rainfall Forest di luarnya memang terkesan menyenangkan dan asri. Tapi kau akan berubah pikiran jika kau mulai masuk kedalamnya. Itu juga yang kami rasakan ketika memasukinya.
          Terdengar suara- suara binatang aneh dan disana banyak lumpur hisap yang siap menghisap kami jika kami tidak berhati- hati. Meskipun begitu, sepanjang jalan kami menemukan banyak bunga- bunga dan pohon- pohon yang unik, seperti bunga Bleeding Heart, bunga Lily of the Valley, pohon Dracena Cinnabari, dan pohon Jaboticaba. Semakin masuk kedalam, semakin banyak jenis flora yang unik dan memikat.
           "Hei, lihat! Gerbang apa itu?", seru Afon.
           Terlihat di depan kami ada sebuah gerbang besar yang sangat indah, dihiasi oleh batu Ruby dan bunga Aster yang cantik. Gerbang itu terlihat dimandikan oleh cahaya matahari dan diapit oleh dua pohon Eucalyptus Pelangi di kanan kirinya.
            "Humm, menurut buku tua yang kutemukan diperustakaan tua kakekku, itu adalah gerbang masuk kedalam daerah Troll Bryndis dan kita harus melewatinya jika ingin melanjutkan perjalanan kita." kata Irina
            "Ayo Afon, kau masuk duluan." seru Godewyn
            "Hei, kenapa harus aku?" sergah Afon cepat
            "Yaa, kan aku sudah bilang sebelumnya kalau Troll Bryndis itu sangatlah cerdik. Nah, kau kan paling cerdik diantara kami semua, jadi kau yang harus masuk duluan."
            "Kau ini benar- benar akan mengorbankan temanmu sendiri ya -_-."
             JEGREK!!
            Tiba- tiba terdengar suara gerbang yang dibuka. Hampir saja kami semua kabur karena kaget, tapi tidak jadi saat melihat tampang Troll Bryndis yang menyeramkan, otomatis kami langsung mematung ditempat kami masing- masing.
            "KENAPA KALIAN RIBUT- RIBUT DIDEPAN GERBANG MILIKKU?!?!", teriak Troll Bryndis        
            Teriakan Troll Bryndis yang menggema sampai membuat burung Cendrawasih Botak yang bertengger dipundaknya terbang ketakutan.
            "Ka- kami ti- tidak ber-bermaksud mengganggumu." kata Irina terbata- bata
            "Ya! Kami hanya ingin melewati daerahmu saja agar bisa sampai ke tujuan kami.", seruku berani
            "Huahahaha, memangnya kau mau kemana gadis kecil?"
            "Kami ingin pergi ke ujung pelangi yang ada di dalam sana!", kata Afon berani. Meskipun Afon menyebalkan dan usil, untuk urusan membela teman- temanya dia yang paling berani.
            "Kalian tahu kan kalau ingin melewati daerahku, kalian harus menjawab teka- teki ku yang terkenal sulit.", kata Troll Bryndis tajam.
            "Baiklah, apapun teka- teki yang kau berikan kami pasti akan bisa menjawabnya!", teriak Godewyn berani
            "Hohoho, baiklah bocah- bocah kecil. Aku akan memberikan kalian teka- teki ku yang paling sulit. Masuklah dulu kedalam daerahku."
            Kami pun masuk kedalam daerahnya, dan terperangah. Ternyata disana sangatlah indah. Berbeda dengan tampang Troll Bryndis yang menyeramkan. Kami sampai berpikir bahwa ini hanya delusi saja, tapi ternyata tidak.
            "Duduklah kalian disitu!", suruh Troll Bryndis sambil menunjuk meja batu yang dilengkapi oleh kursinya.
            Kami duduk disana sembari menunggu Troll Bryndis menyiapkan pertanyaannya.
            "Hei, bagaimana ini aku takut tidak bisa menjawab pertanyaannya.", kata Afon yang sudah mulai mengeluarkan keringat dingin.
            "Tenanglah Afon jangan panik. Kita pasti bisa melakukannya asal kita tetap bersama." kataku lembut sembari menenangkannya.
            "Iya Afon, kau tidak usah takut. Kami selalu ada disisimu.", kata Godewyn
            "Bagaimana kalau kita meminum ramuan yang diberikan oleh paman Anzor? Kulihat ada ramuan yang dapat membantu kita dalam menjawab pertanyaan Troll Bryndis.", kata Irina. Dengan cepat ia mengeluarkan 4 ramuan Armadillo Billie dari tasnya yang berfungsi untuk menajamkan otak kami agar bisa menjawab teka- teki Troll Bryndis.
            Kami cepat- cepat meminumnya, sebelum ketahuan olehnya. Selang 5 menit, Troll Bryndis datang sambil menghempaskan sebuah lembar teka- teki yang tertulis diatas daun Lontar di hadapan kami.
            "Isilah teka- teki itu! Jangan sampai ada yang salah! Aku hanya memberi waktu kalian 15 menit.", ancam Troll Bryndis.
            Teka- teki yang tertulis di atas daun Lontar itu:
Kamu selalu menjawab saya, tetapi saya tidak pernah bertanya apa-apa soalan. Apakah saya?
Apakah yang senang didapati dan susah dibuang?
Apakah yang bulan Desember ada dan bulan lain tiada?
Lima pasang stoking direndam dalam Laut Merah. Setiap pasang stoking itu berwarna putih, hijau, biru, kuning dan hitam. Apa akan terjadi kepada semua stoking tersebut?
             "Huh, ini sih gampang.", kata Afon enteng.
             "Cepat Elma, tulis semua apa yang aku katakan.", suruh Afon.
             "Baiklah!", dengan cepat aku mengambil pena dari tasku dan segera menuliskan jawaban yang diberikan oleh Afon.
             Srat, sret, srat
             Bunyi penaku berpadu dengan cekatan nafas kami yang takut karena dari tadi kami dilihat oleh Troll Bryndis yang duduk tak jauh dari tempat kami.
             "Kami sudah selesai!", seru Godewyn
             "Haha, bawalah jawaban kalian kemari aku akan memeriksanya.", ucap Troll Bryndis sambil menyuruh Godewyn mendekat.
             Setelah Godewyn menyerahkan daun Lontar yang berisikan teka- teki yang sudah kami jawab.
             "Hmm...", gumam Troll Bryndis memeriksa jawaban kami.
             "Duh, aku takut nih.", bisik Irina yang ketakutan sambil meremas kecil ujung bajunya.
             "Tenang saja, jawaban kita pasti benar.", bisikku balik menenangkan Irina.
             Tiba- tiba Troll Bryndis berdiri dan berjalan menuju ke arah kami. Kami yang takut saling berpegangan tangan dibawah meja batu yang dingin.
             "Yaa, meskipun kalian hanyalah bocah kecil ingusan yang tidak berguna. Tapi, untuk saat ini kalian kubiarkan lolos, karena kalian berhasil menjawab teka- teki ku.", kata Troll Bryndis sambil memberikan kami bunga Apple blossom.
             "Wah, terima kasih Troll Bryndis. Hahaha, aku tak pernah menyangka kalau kau ternyata sebaik ini.", gurau Afon.
             "Bwahahaha, tentu saja bocah. Meskipun tampangku seram begini, tetap saja aku ini baik.", kata Troll Bryndis sambil tertawa.
            Aku juga baru tahu kalau ternyata tawa Troll Bryndis itu enak didengar.
             "Nah, kalian sekarang bisa pergi untuk melanjutkan perjalanan kalian ke daerah penuh bunga milik peri- peri Dandelion yang kesepian. Meskipun disana banyak bunga- bunga yang indah, tetap saja peri- peri Dandelion merasa kesepian dan dia suka memberikan ilusi- ilusi indah kepada orang- orang yang melewati daerah mereka, agar orang- orang itu tidak pergi dari situ. Jadi berhati- hatilah kalian", jelas Troll Bryndis sebelum melepas kami pergi dari daerahnya.
             "Baiklah, Troll Bryndis. Terima kasih atas sambutanmu dan teka- tekimu yang berhasil membuat kami bingung.", kataku sambil melirik ketiga temanku.
             "Hahaha, iya benar.", sahut ketiga temanku.
…………………………………………………………………………………….
              Setelah kami berpamitan dengan Troll Bryndis, kami melanjutkan perjalanan kami menuju taman bunga milik peri- peri Dandelion.
              Kami sempat beberapa kali berhenti karena kelelahan dan ingin makan. Dengan sigap Irina membuat perapian kecil sederhana, tapi cukup untuk memanggang makanan yang telah kami bawa.
             "Wah, Elma sepertinya makanan yang kau bawa enak sekaki.", kata Godewyn yang kelihatan sangat lapar. Sampai- sampai air liurnya ingin menetes.
             "Ih, air liur mu sampai ingin menetes tuh. Hahaha, ya iyalah Godewyn. Ini kan masakan kesukaanku yang dibuat khusus oleh ibuku.", kataku sambil mengeluarkan makanan itu dari tempatnya dan meletakkannya di atas tungku perapian kami.
             Tiba- tiba Afon mencium bau bunga yang harum yang berasal tidak jauh dari tungku perapian kami. Benar saja, ternyata itu adalah taman bunga milik peri- peri Dandelion yang sedang kami tuju.
             "Ayo cepat bersihkan bekas makanan dan tungku perapian kita. Kita harus segera kesana.", ajak Afon.
            Kami pun bergegas membersihkan bekas makanan dan tungku perapian dan kembali berjalan menuju arah taman bunga milik peri- peri Dandelion.
             "Wah! Taman yang benar benar cantik!", seru Irina kegirangan.
             Taman bunga milik peri- peri Dandelion itu memang sangat cantik. Terlihat hamparan bunga Tulip, bunga Crocus, bunga Edelweiss, dan banyak lagi bunga yang tak bisa aku sebutkan namanya. Aroma bunga- bunga yang kuat, juga bisa menjadi candu bagi orang yang menciumnya terlalu lama. Semuanya terlihat rapih dan terawat, karena selama ini dijaga oleh peri- peri Dandelion dengan hati- hati.
            "Mungkin jika ibuku aku bawa kesini, dia tidak akan mau pulang.", gumamku
            "Aku harap, aku bisa memetik salah satu untuk kubawa pulang dan kuberikan kepada kakekku.", ucap Irina penuh harap.
            Plak plak
            "Hei, kalian hati- hati! Bisa saja ini adalah ilusi yang sudah disiapkan oleh peri- peri Dandelion!", ucap Afon sambil menepuk punggungku dan Irina.
            "Iya benar kata Afon, hati- hati jangan sampai kita terjebak.", kata Godewyn menyetujui omongan Afon.
           "Oke aku tahu itu. Tapi kan, kau tidak perlu menepuk punggungku sekeras itu.", ucapku sambil meringis kecil.
           "Ah, kau ini ditepuk begitu saja kesakitan.", desah Afon sambil menggelengkan kepalanya.
           Kami perlahan- lahan melewati taman bunga itu sambil berjaga- jaga jika muncul ilusi oleh peri- peri Dandelion.
           Srak, srak, srak
           Tiba- tiba terdengar suara dari arah rerumputan didekat hamparan bunga Tulip ketika kami sudah hampir sampai keluar dari sana.
           "Woi, apa tuh?!", teriak Afon yang kaget
           "Wah, itu adalah kelinci kecil yang imutt.", seru Godewyn kegirangan.
           Ternyata itu adalah kelinci kecil putih yang imut sekali. Matanya bulat, besar, dan berbinar- binar ketika menatap kami semua. Bulunya putih dan lembut, seperti merayu kami untuk mengelusnya.
           "Hei kelinci kecil, ayo kesini.", kata Godewyn agar kelinci itu mendekatinya.
           Tapi bukannya menghampiri Godewyn, malah kelinci itu berlari masuk kedalam hamparan bunga Tulip.
           "Kelinci tunggu akuuu!!!", teriak Godewyn yang mulai mengejar kelinci itu.
           "Godewynn!!", teriakku
           "Godewyn, itu adalah perangkap peri- peri Dandelion!!", jerit Irina yang juga berusaha mencegah Godewyn untuk pergi
           "Hoi!! Ah, dasar anak itu!!", teriak Afon sambil berusaha mengejarnya.
           "Eitss, tunggu! Ayo kita gunakan campuran bunga Fuchsia kering dan ramuan Bezoar yang diberikan oleh paman Anzor tadi!", seru ku sambil mengambil bahan- bahan itu.
           "Oke, cepat! Kita tidak punya waktu lagi! Sebelum peri- peri Dandelion menahannya untuk dijadikan teman!", seru Afon tegas.
           Irina dengan cekatan segera mencampurkan semua bahan- bahan itu dan meletakkannya di balon- balon kecil yang dia temukan di ransel Godewyn.
           Afon segera mengambil balon- balon yang sudah terisi dan melontarkannya menggunakan ketapel.
           Cetarr!!
           Terdengar bunyi keras dari ketapel milik Afon dan balon itu melesat cepat ke arah Godewyn, bahkan sebelum anak itu sampai ke gerombolan peri- peri Dandelion yang siap menangkapnya.
           Godewyn pun terkena lemparan balon itu tepat di bagian belakang kepalanya dan balon itu pun pecah seakan- akan menjerit kepada Godewyn agar kembali ke teman- temannya.
           "Astaga apa yang telah aku lakukan. Aku harus segera kembali ke teman- teman.", ucap Godewyn yang telah tersadar dari ilusi peri- peri Dandelion dan berbalik menuju teman- temannya yang berada di luar taman.
            "HOII, TEMAN- TEMANN!!!", seru Godewyn dari jauh.
             "Astaga, itukan Godewyn!", teriakku senang.
             "Ya tuhan, terima kasih kau telah menyelamatkan Godewyn.", isak Irina yang dari tadi menangis mengkhawatirkan Godewyn.
             "Kau ini selalu saja membuat orang lain panik! Kau tahu tidak?!", kata Afon yang sedang kesal.
             "Hehehe, maaf yaa. Aku tidak bisa menolak rayuan dari kelinci itu. Benar- benar aku minta maaf.", kata Godewyn dengan matanya yang berbinar- binar
             "Iya ya sudah. Jangan menatapku seperti itu ah!", kata Afon yang bergeridik geli
             "Iya deh aku tidak akan melakukannya lagi, Hehehehe."
             "Sudah- sudah ayo kita kembali berangkat. Ini adalah tujuan terakhir kita, yaitu menuju istana dewi Thalia.", kataku cepat.
             "Iya deh. Dasar tukang suruh- suruh.", cibir Godewyn.
             "Heh, kau ini ya. Tidak ada rasa terima kasihnya sedikit pun kepadaku."
             "Iya deh, terima kasih Elma yang cantik jelitaaa."
             "Ah sudahlah -_-.", desahku lelah
             Godewyn tertawa puas setelah berhasil menggodaku dan kami pun kembali berjalan menuju tujuan terakhir kami.
…………………………………………………………………………………….
               Hari sudah mulai sore di Rainfall Forest tapi kami belum bisa menemukan istana milik dewi Thalia.
               "Huft, aku capek nih. Mana istananya tidak terlihat.
", keluh Irina kelelahan
               "Tunggu dulu.... apakah kalian tidak melihat didepan sana?", tanyaku sambil menyipitkan mata.
               "Eh iya, itu seperti kerlipan sinar di pucuk tiang menara. Jangan- jangan...", kata Irina juga ikut menyipitkan matanya.
               "Itu adalah istana dewi Thalia! Ayo teman- teman kita segera kesana!", ajak Afon.
               Kami pun bergegas ke arah istana itu sebelum langit mulai semakin gelap.
               Istana dewi Thalia dipenuhi oleh prajurit- prajurit yang memakai baju zirah yang kelihatan sangat berat dan dikelilingi oleh parit- parit yang di dalamnya ada buaya yang sangat ganas.
               'Glup', dengan susah payah aku menelan air liur ku yang seakan tercekat di kerongkongan.
              "Ba- bagaimana ini? Le- lebih baik kita pulang saja.", ucap Irina terbata- bata. Cengkraman tangannya pada tanganku mulai mengerat.
              "Kita tidak boleh mundur, kita sudah pergi sejauh ini. Masa kita kembali pulang? Kita tidak boleh menyerah.", tegas Afon.
              "Baiklah, mari kita masuk.", kata ku sambil melangkah ke papan- papan jembatan menuju pintu gerbang istana yang sudah lapuk.
               Teman- teman ku yang lain pun mengikuti dari belakang. Setelah sampai di depan gerbang, dengan takut- takut kami bertanya kepada salah satu prajurit berzirah yang ada di sisi gerbang.
               "M-mm, ma-maaf. A- apakah kami bisa menemui dewi Thalia? Kami ada urusan dengannya.", kata Afon tergagap
               Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, prajurit tersebut langsung membukan gerbang yang terlihat besar dan kuat itu.
                "Te- terima kasih."
                Prajurit itu tidak menyahuti perkataan kami, dia hanya diam dengan pandangan kosong ke depan.
                "Hei, tidakkah kalian merasa aneh? Prajurit tadi tidak menatap dan berbicara kepada kita sedikit pun! Ada apa sebenarnya di istana ini?", kata Irina heran.
                "Iya ya, sepertinya istana ini terlihat ramai, tetapi tetap saja seakan- akan jiwa- jiwa yang disini mati.", ucap Godewyn misterius.
                "Kau benar Godewyn. Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan dewi thalia?", tanyaku sambil mengiyakan jawaban Godewyn.
                Kami mulai masuk ke bagian dalam istana, tepat di depan singgasana dewi Thalia. Terlihat disana dewi Thalia yang sedang menangis tersedu- sedu.
                "Wah, dia cantik sekali!", bisik Irina di telingaku.
                Dewi Thalia memang cantik, rambut panjangnya yang hitam legam terlihat lembut dan berkilauan. Kepalanya berhiaskan tiara yang terbuat dari permata terbaik di Rainfall Forest. Wajahnya pun terlihat menarik, matanya yang bulat dan indah, bibirnya yang lembut, dan hidungnya yang mancung membuat kita tak akan bosan memandangnya terlalu lama.
                 Dia selalu menggunakan gaun- gaun indah khas dewa- dewi alam, yaitu dengan aksen sabuk bunga Azalea di pinggangnya.
                  "Dewi Thalia, mengapa engkau bersedih?", tanyaku iba.
                  Dewi Thalia melihat kami dengan wajahnya yang terkejut atas kedatangan kami yang tiba- tiba, kemudian dia tersenyum lembut dan menyeka bulir- bulir air matanya.
                  "Hai, malaikat kecilku. Aku kaget atas kedatangan kalian yang tiba- tiba kesini. Ya, kau benar. Aku sangat sedih karena aku kesulitan untuk membuka kunci peti tempat pelangi yang biasanya nampak sehabis hujan. Dewi Artemis marah kepadaku dan memberikan hukuman di seluruh istanaku, dia mengambil semua jiwa dan warna kehidupan disini.", cerita dewi Thalia.
                   "Oh, pantas saja aku tadi menepuk pundak seorang anak laki- laki tapi dia tidak meresponnya.", bisik Godewyn kepadaku.
                   "Astaga!Godewyn, masih saja kau sempat untuk menepuk bahu seseorang?", bisikku heran.
                   "Hehehehe"
                   "-_-"
                    "Tujuan sebenarnya kami kesini, kami ingin mengambil harta yang dicari- cari banyak orang di ujung pelangi itu.", jelas Afon.
                   "Aku jelas tau apa tujuan kalian semua. Tapi, kalian hanya bisa mengambilnya jika kalian dapat membuka kunci peti pelangi itu.", kata dewi Thalia.
                   "Baiklah, kami akan mencobanya.", kataku.
                   "Ayo kalian ikuti aku."
                   Kami mengikuti dewi Thalia menuju menara istana yang sangat tinggi. Jujur saja, menuju ke atas menara istana sangatlah melelahkan. Banyak anak tangga yang harus kami naiki untuk sampai disana.
                   "Astaga, aku merasa kaki ku mulai mati rasa.", gerutu Afon yang kelelahan.
                  Akhirnya kami berhasil sampai keatas. Angin segar langsung menyambut kami ketika dewi Thalia membuka pintu menara istana. Dari sini kami bisa melihat seluruh daerah Rainfall Forest dan sekitarnya yang terlihat indah bermandikan cahaya senja.
                  Tepat di tengah lantai menara terdapat sebuah peti kayu yang dikunci rapat. Kunci tersebut berpola bunga yang masing- masing memiliki warna mewakili 3 dari warna pelangi. Terdapat pola- pola kunci yang hilang dan jumlahnya ada 3 pasang kunci. Kami pun mulai meneliti pola tersebut satu persatu.
                   "Hei tidakkah ketiga pola ini seperti pola bunga Apple Blossom yang diberikan Troll Bryndis , bunga Anyelir, dan bunga Chicory yang diberikan paman Anzor kepada kita tadi?", tanya Afon.
                   "Ah, iya benar. Coba aku letakkan bunganya disitu.", kataku sambil mengeluarkan ketiga bunga itu dari kantung kecil yang aku bawa.
                    Ternyata pola nya benar dan segera saja pola tersebut bersinar terang menandakan bahwa kunci yang kami berikan benar. Gembok pengikat terbuka, dan seketika peti itu mengeluarkan jembatan pelangi yang sangat indah terbentang jauh tidak terbatas.
                     "Nah, ini adalah janjiku kepada kalian yang sudah membantuku membuka peti pelangi ini dan mengembalikan warna kehidupan serta jiwa- jiwa di istana ku lagi.", ucap dewi Thalia senang dan memberikan kami masing- masing sebuah kantong kecil yang isinya emas dan berlian yang berkilauan.
                     "Wahh, ini benar- benar indah!," pekik Irina kegirangan.
                     "Benar- benar....aku sangat senang akhirnya aku dapat mendapatkannya..sungguh..", kataku terharu.
                     "Sudah, jangan menangis. Tuh, kau lihat Godewyn yang dari tadi menangis karena senang mendapatkan ini.", kata Afon sambil menunjuk Godewyn yang dari tadi tidak henti- hentinya menangis karena terlalu senang.
                     Elma!Elma!
                     "Aku seperti mendengar ada yang memanggilku.", kataku heran.
                      Tiba- tiba saja aku melihat sekeliling ku bagaikan menghilang perlahan, begitu juga dengan teman- temanku dan dewi Thalia beserta pelanginya yang menawan.
                      "Hei, kawan- kawan! Apa yang terjadi?! Ada apa ini??," jeritku panik. Aku berusaha meraih mereka tapi usahaku sia-sia.
                      Slap!
                      Tidakk!!!
…………………………………………………………………………………….
                       Ketika aku membuka mata, aku mendapati diriku terbaring di tempat tidurku. Terdengar suara jam berdenting dari luar kamarku. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, segera aku pun bangun dan duduk diatas tempat tidur.
                       "Astaga, ada apa ini? Mengapa aku ada di kamar?", ucapku heran.
                       "Elma! Ayo bangun! Ayah sudah menunggumu dari tadi! Katanya kau ingin pergi bersamanya ke ladang hari ini?.", seru ibuku.
                       "I- iya bu!", seruku balik.
                       Aku pun merasa ingin menangis ketika mengetahui bahwa petualangan yang aku alami tadi tidaklah nyata, hanya lah mimpi. Dengan sedih, aku merapikan posisi bantalku. Ketika aku memeriksa di bawah bantal, aku merasakan seperti memegang suatu bungkusan kecil. Dengan cepat aku melempar bantal itu ke lantai dan menemukan sebuah kantong kecil persis yang diberikan oleh dewi Thalia di dalam mimpiku.
                      Aku pun segera membuka kantong itu dan betapa terkejutnya aku bahwa isi kantong itu adalah emas dan berlian yang berkilauan! Aku berusaha mencubit pipi ku untuk memastikan ini nyata atau tidak.
                      "Auw!", pekik ku pelan sambil mengusap pipi ku yang habis kucubit.
                      "Ini bukanlah mimpi...I-ini nyata!"
                      Aku pun segera loncat dari tempat tidur dan berlari menuju ibuku dengan gembira. Ingin ku ceritakan petualangan hebat yang ku alami beserta kenang- kenangan yang aku dapatkan.
…………………………………………………………………………………….
                       Angin berhembus pelan dari luar kamarku, masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Membiarkan gorden bercorak cerah melambai- lambai bersamanya.
                        Di luar jendela kamarku, terlihat Dewi Thalia yang duduk diatas pelana kudanya terlihat tersenyum senang melihatku yang dengan gembiranya mendapatkan kantong itu dan berlari menuju ibuku.
…………………………………………………………………………………….
                        "Hal terindah yang dapat kita alami adalah misteri. Misteri adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan. Tanda kecerdasan sejati bukanlah pengetahuan tapi imajinasi" - Albert Einsten.

         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar