Uang
Bukan Segalanya
Sore
itu tepatnya 20 tahun yang lalu aku dan
keluarga kecil yang kusayangi sedang melakukan perjalanan mengunjungi saudaraku
yang tinggal di daerah kuningan. Selama di perjalanan aku hanya memandangi
“indahnya” pemandangan di Jakarta yang dipenuhi oleh asap hitam dari kendaraan
yang sedang terjebak di kemacetan.
I Know I’m Not The Only
One.. Lirik lagu itu tiba tiba terdengar di
telingaku. Tanpa pikir panjang aku langsung menanyakan sesuatu yang mengganggu
pikiranku selama aku mendengarkan radio dalam mobil ini
“Kakakkkk…
, Kakak ko bisa tau lagu ini?” tanyaku sambil memperhatikan bibir kakakku yang
sedang bersenandung sambil memainkan hpnya
“Ya
iyalah adekku… Lagu ini kan disetel dimana
mana adeku” jawab kakak sambil mencubit pipiku
“Hmmm….
Kakak jahattt…. Masa pipi aku dicubit mulu!” Ucapku sambil menahan kekesalanku.
Walau
bercampur dengan kesal, rasa penasaranku tetap saja tak kunjung hilang, tapi
kali ini aku tidak bertanya pada kakak lagi, melainkan kepada mama,
“Ma,
emangnya lagu yang bahasa Indonesia gapernah masuk radio ya ma?” tanyaku kepada
mama dengan muka serius.
Serentak,
seisi dalam mobil ini pun langsung tertawa terbahak bahak mendengar pertanyaan
yang cukup konyol mungkin untuk kalangan dewasa.
“Ada
ko nak, tapi kan ini mama setelnya buat
lagu-lagu yang lagi ngetrend dikalangan internasional nak” jawab mama sambil
mengelus-elus kepalaku.
“Brarti
lagu buatan Indonesia gabagus dong ya maa?” tanyaku heran.
Suasana
pun kemudian menjadi hening, tanpa ada satupun kata keluar dari seisi mobil
ini. Namun tak lama keheningannya pun menghilang berkat ayah yang bermaksut
untuk mengklarifikasi perkataan ibu tadi.
“Lagu
Indonesia itu bagus nak ,tapi yang membuat miris adalah selera musik orang
Indonesia aja nak yang sok sok kebulean. Liat aja kakakmu itu, dia pasti
memilih Justin Bieber daripada Didi Kempot kan?” Jawab ayah sambil tersenyum
hangat kepadaku
“Hmmm…
Gitu ya paaa” jawabku sambil membalas senyum hangat ayahku
Tidak
lama setelah rasa penasaranku terpuaskan, tepat disebelah mobilku terdapat para
demonstran yang sedang melakukan demonstrasi besar-besaran.
“AHOK
KEPARAT! DASAR PEMIMPIN BIADAB! BERANINYA, KAU MELECEHKAN KITAB KAMI UNTUK
KEPERLUAN POLITIKMU SAJA!” teriak demonstran yang menembus kaca mobilku hingga
telingaku
Kakak
yang melihat aku gemetaran karena melihat situasi di luar mobil, langsung
memeluk dan mengelus-elus kepalaku dengan maksut agar aku lebih tenang dan
tidak gemetaran lagi. Dengan tenangnya kakak bertanya pada ayah,
“Pa,
Salah paham lagi ya?”
“Ya
begitulah nak Rakyat Indonesia nak, ketika pemimpinnya bersikap tegas, dibilang
temperamental dan sembrono, tapi ketika pemimpinnya klemer-klemer dibilangnya tidak tegas dan tidak punya tanggung
jawab”
Mataku
yang masih belum bisa teralihkan dari peristiwa yang tepat berada disamping
mobil ini, membuat ayah dan kakak memberhentikan percakapannya
Tapi
ketakukanku seketika hilang begitu saja, ketika melihat beberapa orang diantara
para demonstran yang tampak seperti melakukan negoisasi satu sama lain.
Semakin
lama, semakin mencurigakan. Tiba-tiba tampak satu benda dari dalam kantung
plastik hitam yang dibawa oleh orang yang berbaju rapih itu. Dan setelah ku
perhatikan dengan baik ternyata barang itu ialah nasi kotak serta uang 50ribu
rupiah yang diikatkan diatas nasi kotak tersebut.
Dengan
spontan, aku langsung bertanya kepada ayah,
“Pa,
pa, paaa… Ada duit disana paaa. Itu buat apa ya paa?”
“Mana
nak?”
“Itu
lho paa, yang diatas nasi kotak..”
“Owalah
duit itu toh, hmm..”
“Kenapa
Paa?”
“Itulah
nak, jeleknya moral orang zaman sekarang nak, mereka rela melakukan apa saja,
bahkan hal buruk sekalipun hingga mengancam nyawa mereka hanya karna iming
iming imbalan yang tidak seberapa”
“Hmm…
Aku tidak mau seperti mereka pa!”
“Oleh
sebab itu, adek harus belajar yang rajin ya
anak, biar nanti adek bisa jadi pemimpin yang dapat mendidik moral
mereka serta kejujuran mereka. Dan satu hal lagi yang adek dan kakak harus
tanamkan, Uang bukanlah segalanya, kesuksesan yang sejati ialah dimana kalian
bisa bahagia dengan membuat orang-orang disekitar kalian bahagia juga” ucapku
dengan senyum hangatnya kepada aku dan kakak
Kata
kata itu seperti menyihir dan membawaku kepada perubahan yang berarti dan
tersendiri dalam hidupku.
Hingga
sekarang ini, tepatnya disaat umurku 26 tahun aku sudah dipercayai untuk
mendirikan beberapa cabang-cabang perusahaanku di beberapa Negara eropa
Hanya
berbekalkan kata-kata emas dan pesan yang amat bijak dari ayah, Aku bisa
mencapai kesuksesan yang sejati walau hanya dengan usaha “Asuransi Sampah” yaitu;
membayar setiap orang yang rela mengumpulkan dan menyerahkan sampah-sampah
rumah tangganya untuk didaur ulang dan dijadikan benda hias, hingga benda
pakai, layaknya gaun yang dipakai oleh beberapa model di Amerika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar