Selasa, 01 November 2016

Karya Julian

Uang Bukan Segalanya

Sore itu  tepatnya 20 tahun yang lalu aku dan keluarga kecil yang kusayangi sedang melakukan perjalanan mengunjungi saudaraku yang tinggal di daerah kuningan. Selama di perjalanan aku hanya memandangi “indahnya” pemandangan di Jakarta yang dipenuhi oleh asap hitam dari kendaraan yang sedang terjebak di kemacetan.
I Know I’m Not The Only One.. Lirik lagu itu tiba tiba terdengar di telingaku. Tanpa pikir panjang aku langsung menanyakan sesuatu yang mengganggu pikiranku selama aku mendengarkan radio dalam mobil ini
“Kakakkkk… , Kakak ko bisa tau lagu ini?” tanyaku sambil memperhatikan bibir kakakku yang sedang bersenandung sambil memainkan hpnya
“Ya iyalah adekku… Lagu ini kan disetel dimana mana adeku” jawab kakak sambil mencubit pipiku
“Hmmm…. Kakak jahattt…. Masa pipi aku dicubit mulu!” Ucapku sambil menahan kekesalanku.
Walau bercampur dengan kesal, rasa penasaranku tetap saja tak kunjung hilang, tapi kali ini aku tidak bertanya pada kakak lagi, melainkan kepada mama,
“Ma, emangnya lagu yang bahasa Indonesia gapernah masuk radio ya ma?” tanyaku kepada mama dengan muka serius.
Serentak, seisi dalam mobil ini pun langsung tertawa terbahak bahak mendengar pertanyaan yang cukup konyol mungkin untuk kalangan dewasa.
“Ada ko nak, tapi kan ini mama setelnya buat lagu-lagu yang lagi ngetrend dikalangan internasional nak” jawab mama sambil mengelus-elus kepalaku.
“Brarti lagu buatan Indonesia gabagus dong ya maa?” tanyaku heran.
Suasana pun kemudian menjadi hening, tanpa ada satupun kata keluar dari seisi mobil ini. Namun tak lama keheningannya pun menghilang berkat ayah yang bermaksut untuk mengklarifikasi perkataan ibu tadi.
“Lagu Indonesia itu bagus nak ,tapi yang membuat miris adalah selera musik orang Indonesia aja nak yang sok sok kebulean. Liat aja kakakmu itu, dia pasti memilih Justin Bieber daripada Didi Kempot kan?” Jawab ayah sambil tersenyum hangat kepadaku
“Hmmm… Gitu ya paaa” jawabku sambil membalas senyum hangat ayahku
Tidak lama setelah rasa penasaranku terpuaskan, tepat disebelah mobilku terdapat para demonstran yang sedang melakukan demonstrasi besar-besaran.
“AHOK KEPARAT! DASAR PEMIMPIN BIADAB! BERANINYA, KAU MELECEHKAN KITAB KAMI UNTUK KEPERLUAN POLITIKMU SAJA!” teriak demonstran yang menembus kaca mobilku hingga telingaku
Kakak yang melihat aku gemetaran karena melihat situasi di luar mobil, langsung memeluk dan mengelus-elus kepalaku dengan maksut agar aku lebih tenang dan tidak gemetaran lagi. Dengan tenangnya kakak bertanya pada ayah,
“Pa, Salah paham lagi ya?”
“Ya begitulah nak Rakyat Indonesia nak, ketika pemimpinnya bersikap tegas, dibilang temperamental dan sembrono, tapi ketika pemimpinnya klemer-klemer dibilangnya tidak tegas dan tidak punya tanggung jawab”
Mataku yang masih belum bisa teralihkan dari peristiwa yang tepat berada disamping mobil ini, membuat ayah dan kakak memberhentikan percakapannya
Tapi ketakukanku seketika hilang begitu saja, ketika melihat beberapa orang diantara para demonstran yang tampak seperti melakukan negoisasi satu sama lain.
Semakin lama, semakin mencurigakan. Tiba-tiba tampak satu benda dari dalam kantung plastik hitam yang dibawa oleh orang yang berbaju rapih itu. Dan setelah ku perhatikan dengan baik ternyata barang itu ialah nasi kotak serta uang 50ribu rupiah yang diikatkan diatas nasi kotak tersebut.
Dengan spontan, aku langsung bertanya kepada ayah,
“Pa, pa, paaa… Ada duit disana paaa. Itu buat apa ya   paa?”
“Mana nak?”
“Itu lho paa, yang diatas nasi kotak..”
“Owalah duit itu toh, hmm..”
“Kenapa Paa?”
“Itulah nak, jeleknya moral orang zaman sekarang nak, mereka rela melakukan apa saja, bahkan hal buruk sekalipun hingga mengancam nyawa mereka hanya karna iming iming imbalan yang tidak seberapa”
“Hmm… Aku tidak mau seperti mereka pa!”
“Oleh sebab itu, adek harus belajar yang rajin ya   anak, biar nanti adek bisa jadi pemimpin yang dapat mendidik moral mereka serta kejujuran mereka. Dan satu hal lagi yang adek dan kakak harus tanamkan, Uang bukanlah segalanya, kesuksesan yang sejati ialah dimana kalian bisa bahagia dengan membuat orang-orang disekitar kalian bahagia juga” ucapku dengan senyum hangatnya kepada aku dan kakak
Kata kata itu seperti menyihir dan membawaku kepada perubahan yang berarti dan tersendiri dalam hidupku.
Hingga sekarang ini, tepatnya disaat umurku 26 tahun aku sudah dipercayai untuk mendirikan beberapa cabang-cabang perusahaanku di beberapa Negara eropa
Hanya berbekalkan kata-kata emas dan pesan yang amat bijak dari ayah, Aku bisa mencapai kesuksesan yang sejati walau hanya dengan usaha “Asuransi Sampah” yaitu; membayar setiap orang yang rela mengumpulkan dan menyerahkan sampah-sampah rumah tangganya untuk didaur ulang dan dijadikan benda hias, hingga benda pakai, layaknya gaun yang dipakai oleh beberapa model di Amerika





Tidak ada komentar:

Posting Komentar