Pengadilan
Verissa dan Velissa
adalah dua orang bersaudara kembar, umurnya 16 tahun, mereka duduk di kelas XI.
Mereka bersekolah di SMA Mentari, sekolah tersebut terletak di wilayah yang
cukup elite, dipinggir barat Jakarta. Velissa adalah anak yang agak tomboi, tapi
dia tetap telihat anggun dan cantik. Hobinya juga banyak, dia suka main PSP,
menonton televisi, browsing internet, dan olahraga. Velissa menyukai
olahraga-olahraga yang cukup berat, seperti memanjat, basket, senam, renang,
dan taekwondo. Velissa anggota tim basket dan menjabat sebagai ketua technology
club. Velissa lebih cocok dipanggil anak ‘Hi-tech’, dibandingkan dengan Verissa
karena lebih mengerti semua tentang dunia maya, dan elektronik. Verissa dan
Velissa juga mempunyai perbedaan dan persamaan. Persamaan mereka adalah warna
mata mereka biru kehijauan, kulit mereka sama putih bersih. Hanya saja, rambut
Velissa bewarna pirang, sedangkan Verissa berwarna coklat keemasan. Keduanya
sama-sama pandai menari tarian klasik. Keluarga mereka merupakan keluarga yang
sangat terpandang.
Hari ini si kembar Verissa dan Velissa akan jalan-jalan ke Crystal Galerry dan
taman buah, karena liburan musim panas masih tersisa dua bulan lebih. Mereka
akan melihat pameran Kristal ternama dan mencari kristal yang terbaik serta
mahal untuk dijadikan liontin kalung.
“Liss, liat deh…kristal ini bagus, ya?!” pekik Verissa sambil menunjuk sebuah
kristal dalam etalase kaca.
Kristal itu ada sepasang, warnanya merah maroon dan warna apa saja tersedia di
Crystal Galerry. Akhirnya, si Kembar menemukan juga kristal yang sepasang.
Kristal yang cocok untuk dijadikan liontin pada kalung mereka masing-masing,
kalung tersebut akan dijadikan tanda persaudaraan sekaligus persahabatan yang
erat.
Kristal itu berbentuk prisma segila lima. Verissa memilih warna hijau jernih,
sedangkan Velissa warna biru berkilauan. Mereka dapat menukar kedua kristal
tersebut ke Crystal Gallery jika sudah bosan.
Keesokkan harinya mereka masih libur, mereka bingung mau melakukan apa. “
Liss, kan kamu sudah pandai mengendarai mobil, ajari aku, dong!” pinta Verissa.
“Hmm…untuk apa?” tanya Velissa.
“ Yah…kalau sewaktu-waktu perlu, ketika ibu dan ayah di luar negeri dan supir
kita Pak Joe tidak ada, apalagi kalau kamu sedang dalam keadaan tidak baik,”
jelas Verissa.
“Bagaimana, ya?!” gumam Velissa.
“Ayolah ….” Ujar Verissa.
“Tapi, aku kan belum punya SIM!” tegas Velissa lembut.
“ Ayolah, hanya di sekitar kompleks saja, kok! Pasti tidak ada polisi lalu
lintas!” bujuk Verissa
“Uhh…baiklah, Verissa. Tapi ….”
“Ayolah! Cepat!” sergah Verissa tak sabar sambil menarik tangan Velissa.
Kembaran adalah guru terbaik bagi Verissa!
“Oke, pada tahun lalu, kamu sudah pernah belajar menyalakan mesin mobil,
mengoper porsneling, mengegas dan mengeremkan?” tanya Velissa.
“Ya!” ujar Verissa sambil memasukkan kunci mobil, lalu menyalakan mesin mobil.
“sekarang, coba praktikkan sedikit saja,” kata Velissa.
Dengan senang hati Verissa langsung menyalakan mobil, mengoper porsneling,
kemudian menjalankan mobil ke depan perlahan, lalu memutarkan mobil. Kemudian,
memberhentikan kembali ke depan taman patung dekat pintu utama rumah mereka.
“Hmmm..baiklah, sekarang kita perlancar, aku duduk di samping, ya!” Kata
Velissa, diikuti anggukan Verissa.
“Verissa lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, berputar-putar di
dalam pekarangan depan rumah.
“Oh, Riss, kamu cukup lancar” puji Velissa.
“Aku mau keluar dari pekarangan rumah sekarang, ya?!” pinta Verissa.
“Uh..aku khawatir nih…” belum selesai Velissa berucap, Verissa sudah memberi
aba-aba kepada satpam rumah mereka yaitu Pak Robbie untuk membuka pintu gerbang
utama rumah keluarga mereka.
Pak Robbie beranjak dari tempat duduknya, tetapi belum membukakan gerbang.
“Nona ingin kemana?” tanya Pak Robbie denga cemas.
“Aku ingin melancarkan mengandarai mobil,” jelas Verissa.
“Oh, ya! Tapi … apakah Nona sudah meminta izin kepada Tuan Alex dan Nyonya Rachel,
saya khawatir terjadi apa-apa di luar sana,” kata Tuan Robbie. “Apa Nona tidak
mau didampingi pelayan lain? Atau sebaliknya, Nona berkendara di sekitar
pekarangan rumah saja,” saran Pak Robbie.
“Ayolah Pak Robbie, aku sangat ingin bisa mengendarai mobil ini” pinta Verissa.
“Tetapi saya takut dimarahi oleh Tuan Alex dan Nyonya Rachel karena Nona belum
lancar mengendarai mobil. Saya khawatir…” timpal Pak Robbie.
"Nah...karena itu, aku ingin melancarkannya. Kalau terjadi apa-apa, aku
akan menanggungnya" bujuk Verissa.
"Baiklah, tetapi jangan terlalu lama, Nona. Takutnya, Tuan Alex
mencari-cari Nona berdua," kata Pak Robbie mengalah.
Dengan berat hati, akhirnya Pak Robbie membukakan pintu gerbang, dan membiarkan
Verissa mengendarai mobil keluar rumah.
Beberapa saat kemudian, si kembar sudah sampai di taman dengan mobil yang
dikendarai oleh Verissa. Mereka mengelilingi taman itu, belum selesai satu
putaran tiba-tiba, "brukkk!" terdengar suara benturan. Verissa dan
Velissa kaget. Kepala mereka hampir terpentok, namun karena sudah belajar cara
menyelamatkan kepala dari benturan mereka aman.
"Aduhh...kalian ini mengendarai mobil dengan mata atau tidak?!"
sungut seorang anak lelaki yang kira-kira berumur 16 tahun sama seperti dengan
Verissa dan Velissa.
Verissa kaget, ternyata dia telah menabrak seseorang hingga orang itu terjatuh.
"Maaf, aku benar-benar tidak sengaja!" seru Verissa sambil membuka
mobil dan berjalan mendekati orang yang tertabrak tadi.
"Seharusnya, kamu ngendarai mobil dengan hati-hati!" seru anak itu
kesal dan seperti menahan sakit dibagian kaki dan perutnya. Verissa dan Velissa
masih diam dengan pikiran tidak menentu. "Aku tidak mau tahu! kakiku luka
dan perutku sakit sekali, kamu harus ganti rugi" ujar anak itu lagi.
Selang beberapa waktu, suara sirine mobil polisi terdengar jelas.
"Ada apa ini?" tanya seorang polisi yang telah turun dari mobilnya.
"Dia menabrak saya, Pak!" ujar anak itu.
"Tapi saya tidak sengaja, Pak! Tiba-tiba saja dia muncul." Verissa
membela diri.
"Sudah-sudah, Nona ... lebih baik kamu bawa dia ke rumah sakit dan beri
tahu orang tuamu untuk mengantarnya ke rumah sakit," saran pak polisi.
"Tidak, Pak! Saya ingin minta ganti rugi atau ke pengadilan saja!"
ujar si Korban.
"Baik, dik. Namamu siapa?" tanya pak polisi.
"Nama saya Robert" jawab anak itu gugup.
"Saya sudah mengenal anak ini! Dia anak baik, mereka adalah anak dari Pak
Alex dan Bu Rachel" jelas pak polisi. "Namun, baiklah karena ini
urusan hukum. Dan kamu Robert, ini kartu nama saya. Jika kalian telah
memutuskan untuk ke pengadilan, silakan hubungi saya," jelas beliau.
Nama pak polisi itu adalah Pak Henry.
"Robert, sekarang mari ikut aku dan saudaraku ke rumah sakit," kata
Velissa. Robert mengikuti dengan wajah cemberut dan kesakitan.
Tidaklah terlalu lama untuk tiba di rumah sakit karena jarak rumah sakit dengan
taman tempat bermain sangat dekat, Verissa dan Velissa menjelaskan kepada ayah
dan ibunya yang sudah menunggu di rumah sakit.
Ketika masuk ke ruang tindakan pertama. luka Robert langsung diperiksa dan
diobati, kemudian kakinya baru dirontgen. Mereka menunggu sekitar dua puluh
menit untuk mengetahui hasilnya.
Pintu ruang pemeriksaan hasil rontgen terbuka, muncullah seorang dokter
laki-laki. "Pak Alex hasilnya luka kakinya tidak begitu parah, hanya
luka-luka yang dapat segera sembuh karena terbaret aspal dan memar dan itu
dapat segera sembuh dengan cepat" jelas dokter itu.
"Syukurlah" ucap ibu Verissa dan Velissa.
Kemudian, mereka keluar dari rumah sakit. "Baiklah Robert, semuanya sudah
jelas bahwa kakimu dapat segera sembuh dan ... " belum selesai Pak Alex
berbicara.
"Ya, memang! Tapi, jika tidak mendapatkan penggantian uang, aku ingin ke
pengadilan karena waktuku jadi tersita dan telah rugi karena kalian tidak peduli!
Aku pokoknya ingin ke pengadilan! Kalau tidak, aku akan menyalahkan kalian
terlebih dahulu" ancam Robert sambil menunjuk Verissa.
"Baiklah, Robert. Tampaknya kamu punya niat tidak baik" jawab Pak
Alex.
"Huh, aku akan ke kantor kepolisian melapor tentang perlakuan ini!"
dengus Robert sambil keluar rumah sakit serta membawa dendam.
Ibu Verissa dan Velissa yaitu Nyonya Rachel tidak langsung menelpon Pak Henry,
karena si kembar sedang terlibat konflik mulai dari keluar rumah sakit hingga
tiba di rumah.
"Sudah ku bilangkan, belajarnya nanti saja!" ujar Velissa.
"Iya! tapi siapa yang mengira ini akan terjadi?!" bantah Verissa.
"Kalau kamu mendengarkanku, kita tidak akan ada urusan ke
pengadilan!" balas Velissa.
Pertengkaran berlangsung sengit. Hingga akhirnya keduanya lelah kemudian
menutup perdebatannya dan mereka mencari jalan keluar akan masalah tersebut.
Di tempat lain, ayah dan ibu si kembar sedang bertengkar juga.
"Ini semua salahmu Rachel, mengapa kamu mengizinkan Verissa belajar
mobil?!" kata Pak Alex.
"Kamu tahu kan, aku juga sedang sibuk meneruskan pekerjaanku di ruang
kerja," bantah Bu Rachel.
"Kalau sudah begini, kita semua kena masalah!" ujar Pak Alex.
"Memang, tapi kan seharusnya kamu yang menuntun anak kita belajar
mobil" bantah Bu Rachel.
"Aku juga sedang sibuk bekerja" jawab Pak Alex.
"Ayah! Ibu!" seru si kembar bersamaan.
"Kalian ini seperti anak kecil saja" ujar Verissa kepada Pak Alex dan
Bu Rachel yang seketika terdiam.
"Aku dan Verissa saja sudah berbaikan, mengapa Ayah dan Ibu ikut-ikutan
bertengkar?!" pekik Velissa.
" Sekarang, kita harus memikirkan jalan terbaik di pengadilan"
lanjutnya Verissa.
"Kami berdua sepakat untuk ke pengadilan dengan Robert tentunya" kata
Velissa.
Malam pun ibu si kembar Bu Rachel menelpon polisi dan meminta ke pengadilan.
Pak Henry selaku polisi dan Bu Rachel pun berbicara sekitar 20 menit. Ketika
itu Verissa dan Velissa sibuk dengan bermain PSP dan browsing sesuatu di
internet untuk menghilangkan masalah mereka sejenak. Hingga akhirnya Bu Rachel
mengakhiri pembicaraannya dengan Pak Henry dan memberitahu Verissa dan Velissa
akan ke pengadilan besok pukul 5 sore.
Tak terasa esok hari pun telah tiba. Pagi-pagi sekali Verissa dan Velissa
langsung beranjak ke kamar mandi. Mereka kemudian memakai baju santainya, lalu
sarapan bersama kedua orang tuanya di ruang makan. Keluarga itu sarapan dengan
menu sarapan yang cukup umum yaitu dua potong roti gandum, telur goreng, sosis,
kentang, keju, pasta, dan minumnya orange juice.
Verissa dan Velissa melakukan kegiatan seperti biasa. Waktu terasa berjalan
sangat lambat, namun akhirnya sudah pukul empat sore. Si kembar mengganti
bajunya, kemudian langsung berangkat ke pengadilan pada pukul 16.15 menit.
Dag...dig...dug..., jantung Verissa berdebar sangat kencang, meski telinganya
tak dapat mendengar detak jantung tersebut. Dalam perjalanan menuju ke
pengadilan suasana sangat sunyi. Mereka semua berdoa dalam hati dengan
kata-kata yang berbeda-beda, namun semua berharap agar jalannya sidang menjadi
adil.
Di kantor pengadilan masih cukup sepi saat kelurga Verissa dan Velissa tiba di
sana. Sidang akan dilaksanakan di ruang sidang anak-anak yang biasa digunakan
untuk pengadilan perlakuan kenakalan anak-anak.
"Sidang hari ini dimulai, pihak penuntut Robert Julio , didampingi Ibu
Lili. Sementara pihak saksi terdakwa, Verissa didampingi oleh Velissa dan
pengacaranya Ibu Carla. Sidang ini dipimpin oleh hakim ketua dan didampingi
para juri silakan duduk." jelas petugas yang membacakan hal-hal tersebut
setiap kali pengadilan anak-anak digelar. Terdengar sedikit desisan dari suara
orang-orang yang beralih dari berdiri menjadi duduk.
Jaksa membacakan tuntutannya. Robert Julio yang menjadi korban kecelakaan dan
menuntut ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000 karena kehilangan waktunya, kepada
pelaku yang saat itu dengan sengaja menabrak korban yang sedang berjalan kaki
di pinggir trotoar.
"Mengapa jadi begini?!Robert berjalan di trotoar?!" ucap Velissa
kaget.
"Sepertinya ada kesalahan dalam tuntutan ini" kata Verissa
menambahkan.
Seorang petugas di persidangan mencoba mendekati si Kembar agar tenang. Karena
belum waktunya untuk saksi pelaku berbicara.
"Untuk pihak pembela Ibu Carla silakan berbicara" kata petugas
pengadilan.
"Baiklah, si Kembar pun telah bertekad baik untuk membawa adik Robert
Julio ke rumah sakit dan mengecek serta melakukan pengobatan. Dan juga
sebetulnya tempat kejadian perkara kecelakaan ini bukan di trotoar, melainkan
ia datang dari arah taman dan melangkah ke tengah jalan. Bukan salah si Kembar
pula, karena dia tidak mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi" jelas
Ibu Carla sebagai pengacara si kembar.
Hakim dan para juri sangat memperhatikan antara perbedaan sikap Robert yang
hanya diam di tempat duduknya dengan gaya yang sangat memuakkan. Dia sangat
sombong, seolah sangat yakin bahwa pihaknyalah yang akan memenangkan kasus
tersebut. Sementara sifat Verissa dan Velissa yang tenang juga diam, namun
sangat khawatir. Sikap mereka itu juga mempengaruhi kepercayaan pihak
pengadilan.
Setelah sidang berjalan sekitar 45 menit, akhirnya hakim memutuskan untuk
menunda sidangnya karena masih banyak bukti yang belum terkumpul dan masuk ke
dalam pengadilan, baik dari kepolisian maupun saksi TKP. Hakim memukulkan
palunya tiga kali, menandakan sidang selesai dan ditunda hingga besok pagi.
Ketika Verissa memasukkan map dan recorder ke dalam tas selempangnya. Setelah
itu, dengan malas dia beranjak dari kursinya dan melihat-lihat ke penjuru ruang
sidang. Verissa melihat Paman Andy, ia adalah pengacara yang sering berbohong dan
ia pencuri di rumah Nyonya dan Tuan Wilson.
"Paman Andy berhasil melarikan diri dan ia berada di ruang sidang
ini" Verissa meberitahu ayahnya.
"Lebih baik kita bicarakan di rumah saja" saran ibunya.
Keluarga tersebut berjalan meninggalkan pengadilan menuju tempat parkir mobil,
namun ada beberapa wartawan yang sengaja mengambil foto keluarga tersebut yang
baru saja keluar dari pengadilan.
"Tuan Alex, bagaimana kelanjutan dari sidang nanti, apakah putri kembar
Anda akan bebas dari tuntutan jaksa?" tanya wartawan tersebut.
"Oh, tolong bantu doa ya. Mudah-mudahan keberuntungan ada pada keluarga
kami, terimakasih" jawab Tuan Alex dan langsung masuk ke dalam mobil.
Sepulang dari pengadilan, Verissan dan Velissa mengganti pakaian, kemudian
duduk di ruang keluarga bersama ayah dan ibunya. Walau tidak menghabiskan waktu
lama, namun keluarga mereka terlihat sangat lelah dan tegang selesai mengikuti
persidangan kenakalan anak. Verissa harus mengikuti program rehabilitasi anak.
Ketakutan ini membuat keluarga mereka sangat khawatir, hingga harus berusaha
mencari dan mendapatkan bukti ataupun saksi guna meringakan ataupun membebaskan
si Kembar dari hukumannya.
Pagi hari pun cepat sekali tiba, membuat Verissa takut akan hukuman yang
diberikan oleh hakim. Seperti biasa mereka hari itu harus melanjutkan sidang
kemarin. Si kembar bingung akan apa yang harus dihadapinya di pengadilan
ditambah dengan Verissa yang melihat Paman Andy ketika berada di ruang
pengadilan kemarin.
"Liss, aneh ya kemarin kok ada Paman Andy" keluh Verissa.
"Mungkin kamu salah liat, atau hanya orang yang mirip dengan dia. Ya sudah
mari kita berangkat ke pengadilan!" jawab Velissa.
Mereka pun sampai di pengadilan, Verissa merasakan hal yang aneh. Sebelum
proses persidangan di mulai, Verissa pergi ke toilet untuk melegakan dirinya
dengan mencuci muka dan menghela napas sekuat-kuatnya. Ketika menuju toilet
Verissa melihat Paman Andy dan Robert, ternyata itu benar Paman Andy pengacara
yang sering bohong dan sang pencuri di rumah keluarga Wilson.
Verissa mendengarkan perbincangan mereka, ternyata mereka bersekongkol untuk
keluarga si Kembar supaya si Kembar mendapatkan hukuman sebesar-besarnya. Dalam
perbincangan mereka, Verissa pun mengambil hp dan video kan mereka dalam
merencanakan hal tersebut. Sebelum persidangan di mulai Verissa dan Velissa
secara diam-diam memberitahukan kepada sang hakim tentang video yang Verissa
rekam. Hakim pun percaya akan video yang Verissa rekam, dan menampilkannya
ketika persidangan sedang bejalan.
Akhirnya Verissa dan Velissa tidak di kenakan hukuman ataupun denda, sebaliknya
dengan Paman Andy dan Robert yang mendapatkan hukuman karena telah berbohong
akan tuntutan yang tidak benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar