Selasa, 01 November 2016

Karya Irma G.

JARAK BUKAN PENGHALANG
          Aku Dessy seorang siswa yang barusaja mendapati julukan mahasiswa. Aku tidak percaya dengan yang namanya hubungan jarak jauh, aku selalu beranggapan bahwa hubungan jarak jauh pada akhirnya akan hancur dan hanya meninggalkan kenangan saja. Ardi, dia sama sepertiku, maksudku MaBa. Dia sangat peduli denganku, dia mengerti apa yang kusuka dan tidak kusuka, dia sangan pengertian  terhadapku. Sudah 2 tahun aku bersamanya dan sesuatu membuatku sedih dengan hubunganku.

            Pengumuman masuknya Universitas sudah lewat dari 2 minggu dan alhamdulillah aku masuk ke Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran. Dan di saat liburan, aku diajak oleh Ardi untuk menemaninya belanja untuk kebutuhan ospeknya. Pada saat itu, aku tidak mengetahui dia diterima di Universitas mana, katanya akan diberitah nanti, jadi aku harus bersabar dengan itu. Sekitar jam 10 pagi Ardi telah menjemputku dan kami langsung pergi ke suatu toko yang menyediakan alat-alat yang dia butuhkan. Setelah memakan waktu selama 1 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan kami.

            Di toko tersebut dia mencari barang yang dibutuhkan, tatapi hanya beberapa yang didapatkan, lalu saat jam makan siang dia mengajakku untuk makan siang terlebih dahulu. Tetapi aku tidak menyetujuinya, karena barang yang dia butuhkan saja belum terpenuhi semua. Awalnya dia tidak ingin karena dia takut sakit magh ku kambuh karena telat makan. Tapi, bagaimana bisa aku bersantai-santai sementara waktu ospek tinggal beberapa hari lagi dan dia belum menyiapkan apapun. Setelah aku memutuskan untuk tidak makan siang terlebih dahulu, akhirnya di menyetujuinya dan melanjutkan pencarian barang yang ia butuhkan ke toko yang lain.

            Sudah beberapa toko kami kunjungi, akhirnya pada toko terakhir, barang yang dibutuhkan Ardi sudah lengkap semuanya dan dia memutuskan untuk makan siang karena jam makan siang ku sudah lewat 2 jam karenanya. Ardi memilih untuk makan di Restoran padang, karena itu kesukaanku.

            Pada hari itu kami memanfaatkan waktu dengan baik, mulai dari membeli makanan yang kami suka, bermain di Timezone dan juga setiap momen kami abadikan dengan baik. Tapi, dihari itu, aku merasa ada yang berbeda pada diri Ardi, dia terlihat lebih tenang, tidak banyak bertingkah dan lebih sering diam. Aku mengajaknya untuk duduk di foodcourt untuk beristirahat sejenak karna lumayan banyak permainan yang kami maikan tadi dan itu cukup menguras tenaga kami.

            Disaat itu aku mulai bertanya, “Ada apa denganmu, Di? Apakah ada masalah yang sedang kau fikirkan?” lalu dia menjawab, “Tidak ada apa-apa. Kau ingin Ice Cream?” aku tidak yakin dengan jawabannya, tetapi aku memilih untuk diam, tersenyum dan menganggukkan kepalaku untuk tanda bahwa aku menginginkan ice cream yang ia tawarkan. Selang beberapa saat, dia datang dengan ice cream di kedua tangannya. Saat kami sibuk menikmati ice cream yang kami pegang, aku berkata “Kalo ada sesuatu yang menjanggal dihati kamu, cerita sama aku, aku siap mendengarnya.” Dia hanya membalas omonganku dengan senyuman manisnya itu. Lalu kita melanjutkan menikmati ice cream sambil berjalan menuju parkiran dan berniat untuk pulang. Aku teringat dengan persoalan Universitas yang ia masuki, dan bertanya “ngomong-ngomong kamu masuk Universitas mana?” seketika itu dia diam dan beberapa saat kemudian dia mulai menjelaskan.
“Sebenarnya aku masuk ke salah satu Universitas di kalimantan, aku mengambil fakultas teknik kimia. Maaf sebelumnya aku tidak memberitahu hal ini dari awal, aku tau jika aku memberitahumu kamu pasti akan terus memikirkannya dan itu tidak baik untuk kesehatanmu, Des.” Aku mendengarkannya menjelaskan hal itu. Aku diam, bingung, sedih tetapi aku bahagia karena dia masuk ke salah satu Universitas incerannya. Tetapi bagaimana denganku?
“La..lalu bagaimana dengan hubungan kita, Ardi?” nada suaraku sudah mulai bergetar, lalu kulanjutkan “Aku tidak bisa seperti ini, kau terlalu mendadak memberitahu ku tentang ini. Aku belum bisa menerimanya. Kamu tahu kalo aku tidak percaya dengan hubungan jarak jauh, tetapi kali ini kita akan seperti itu?”kali ini aku sudah mulai menangis. Ya, aku menangisi keadaanku.
Lalu Ardi meminggirkan mobilnya untuk menenangi ku yang sudah bercucuran air mata.
“Tolong jangan menangis, aku tau akan hal ini. Tetapi aku tidak bisa menolak pilihan Ayahku, Des. Dia menginginkan aku untuk kuliah disana dan mungkin keluarga ku juga ikut tinggal disana selama aku menjalani pendidikan ku.” Kata Ardi menjelaskanku.
Aku masih menagis tersedu-sedu dan Ardi mulai meyakinkanku dengan hubungan jarak jauh.
“Aku sudah bertemu dengan orang tuamu, dan aku sudah bercerita semuanya tentang ini. Aku menyayangimu, Des. Dan akan selalu seperti itu. Yakinlah, jarak ini tidak akan menjadi suatu masalah besar jika kita saling percaya satu sama lain.” Katanya meyakinkanku.
“Bagaimana bisa aku mempercayaimu?” kataku.
“Kau sudah mengenal orang tuaku, dan kau sudah mengenalku belasan tahun. Aku berjanji setiap ada libur aku akan mengunjungimu sesempat yang aku bisa.” Kata Ardi
“Berjanjilah untuk tidak bermacam-macam saat jauh dariku.” Aku mengulurkan jari kelingkingku kepadanya sebagai tanda perjanjian kita.
“Ya. Aku janji.” Ardi membalasku

            Setelah itu ia mengusap kepalaku dan tersenyum kepadaku. Aku membalasnya dan aku memintanya untuk kembali berjalan karna sudah malam.

            Hari keberangkatan Ardi pun tiba. Aku dan keluargaku ikut mengantarnya berangkat ke Kalimantan. Aku membawa bingkai yang tidak terlalu besar, disana terdapat foto kita berdua selama kita masih berada pada jarak yang dekat. Bingkai itu sebagai kenang-kenangan dariku untuknya.

           Setelah sampai di bandara, ternyata keluarga Ardi sudah sampai disana dan sedang menunggu kami datang. Saat bertemu orang tuanya aku memberi salam dengan sopan kepada mereka, dan tak lama aku memberikan bingkai yang aku bawa kepadanya. Aku bilang kepadanya untuk menyimpannya dengan baik dan yang paling penting aku mengingatkannya untuk selalu mengabariku. Diapun menganggukkan perkataanku dan dia berterima kasih kepadaku karna aku sudah mempercayainya. Beberapa saat kemudian dia dan keluarganya pamitan denganku dan keluargaku, lalu berangkat dengan wajah yang senang. Sempat aku mengeluarkan air mata sedikit karna keberangkatannya tetapi aku langsung menghapusnya karna aku yakin hubungan kita akan baik-baik saja karna kita saling percaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar