Berubah
Karenamu
Seharusnya
aku tidak menyia-nyiakan hidupku. Seharusnya aku tidak perlu hidup dengan sikap
seperti ini. Semua orang bilang bahwa aku hanyalah manusia yang tidak pernah
peduli dengan orang lain, yang selalu bersikap dingin dengan orang lain dan
tidak pernah mau untuk mencoba lebih dekat dengan orang lain. Ya, aku memang
bersikap seperti itu, tetapi mereka semua tidak pernah tahu tentang apa yang
membuat aku menjadi seperti ini.
Namaku Vallen Putri Wijaya, aku
adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang duduk dibangku kelas 3 SMA. Aku
bersekolah di Angkasa Internasional School, tempat orang-orang yang bisa
digolongkan orang kaya bersekolah. Ya, aku memang terlahir dari keluarga yang
cukup kaya. Bagi orang yang hanya melihat ku sekilas, pasti mereka berpikir
bahwa aku adalah anak yang beruntung dengan tubuh tinggi, kulit putih, memiliki
warna mata hazel dan bisa dibilang aku ini murid yang cukup pintar serta kedua
orang tuaku yang cukup kaya itu. Tetapi aku tidaklah seperti yang mereka kira,
aku hanyalah remaja yang merasa kesepian karena kedua orang tuaku yang sangat
sibuk dengan pekerjaannya. Hari-hariku dirumah terasa sangat sepi, hanya
ditemani oleh 4 orang pembantu dan 1 orang supir yang setia melayani ku sejak
aku masih kecil.
Hari itu adalah hari pertamaku masuk
sekolah setelah libur musim panas. Seperti biasa aku bangun pukul 06.00 dan
baru selesai bersiap pukul 06.30. Aku keluar dari kamarku yang berada dilantai
dua dan langsung turun menuju meja makan. Disana sudah tersaji sarapan pagi
kesukaanku yang dibuat oleh seorang koki dirumah ku. Setelah sarapanku usai,
aku berangkat sekolah dengan diantar pak Hasan, supir pribadiku. Sesampainya
disekolah aku segera menuju madding yang terletak dikoridor utama, disana sudah
tertempel seluruh nama siswa beserta kelas barunya. Aku mulai mencari namaku
dan setelah ketemu, ternyata aku masuk dikelas 12 IPA B. Aku bergegas menuju
kelasku yang ada dilantai 3 dan segera mengambil tempat duduk kedua dari
belakang dan dibagian pojok. Ya aku duduk sendiri karena tidak memiliki teman
disini karena sikapku yang terlalu dingin dan terkesan sombong. Tidak lama
berselang, bel sekolah berbunyi dan dimulailah pelajaran biologi. Ternyata guru
biologi ku masuk dengan seorang siswa baru. Aku hanya melihat sekilas dan
langsung membuang pandanganku karena aku memang tidak peduli. Aku melamun
sampai akhirnya bu Rena menyadarkanku dengan panggilannya “Vallen! Vallen!”.
Aku tersadar, “eh iya ada apa bu?”, “bolehkan Varo duduk disampingmu? Karena hanya
sampingmu saja yang kosong” jawab bu Rena,
“iya boleh bu” jawabku cuek. Setelah itu bu Rena mempersilahkan Varo
untuk duduk. Pelajaran pun dimulai, bu Rena menjelaskan tentang materi
genetika, aku hanya mencatat apa yg tertulis dipapan tulis sampai tiba-tiba Varo
memanggilku, “Hey?”, aku tersentak dan menjawab, “eh iya kenapa?” jawabku cuek,
“hmm, namaku Devaro Putra Atmadireja” ucap Varo sambil menjulurkan sebelah
tangannya, “namaku Vallen Putri Wijaya” jawabku seraya menjabat tangannya.
Sepertinya aku akan punya teman disini, pikirku. Sejak perkenalan ku dengan Varo,
kami menghabiskan 4 jam pelajaran dengan Varo yang sesekali membikin cerita
lucu tetapi hanya aku tanggapi denga tawa yang biasa saja.
Pukul 10.00 bel berbunyi tanda
berakhirnya pelajaran dan semua siswa dengan senang segera keluar kelas untuk
menuju kantin. “Val kantin yuk” ajak Varo, sebenarnya aku malas kekantin tapi
ada baiknya aku mulai tidak terlalu cuek dengan orang lain apalagi di teman
pertamaku dan perutku memang sedikit lapar, “hmm, ayo deh” ucapku. Lalu aku
keluar kelas bersama Varo menuju kantin yang berada di lantai 2 karena Vallen
bilang kantin utama sekolah mereka selalu ramai dan Vallen tidak terlalu suka
keramaian. Sesampainya dikantin, “mau pesen apa Val?” Tanya Varo, “hmm, waffle
keju aja sama es jeruk” jawab Vallen, “okay” ucap Vano. Selagi menunggu Varo
yang sedang memesan makanan, Vallen membuka ponselnya dan mulai bermain games
shlitter.yo. Tak lama berselang, Varo datang dengan membawa makanan mereka.
Mereka menghabiskan makanan masing-masing dalam diam, tidak ada yang berbicara
satu katapun. Beberapa menit kemudian, bel berbunyi menandakan dimulainya
pelajaran kedua, Vallen dan Varo sudah berada dikelas sejak beberapa menit yang
lalu. Kelas yang tadinya ramai seketika menjadi sepi karena masuk bu Pijar guru
kimia yang terkenal galak dan tegas. Pelajaran kimia terasa lama sekali,
akhirnya diujung pelajaran bu Pijar memberikan tugas tentang video yang
bersangkutan dengan materi radioaktif. Tugas itu dikerjakan dengan kelompok
yang satu kelompoknya terdiri dari 2 orang. Vallen satu kelompok dengan teman
sebangkunya yang tidak lain adalah Varo.
Sejak saat itu, Vallen dan Varo
semakin dekat karena selalu satu kelompok dan mereka juga sebangku serta jarak
rumah mereka yang ternyata tidak terlalu jauh. Semakin hari Vallen
sedikit-sedikit berubah menjadi orang yang tidak cuek lagi tetapi masih tetap
dingin dengan orang lain, hanya pada Varo, Vallen perlahan tidak sedingin saat
awal-awal. Varo yang semakin hari semakin mengerti bahwa Vallen memang
mempunyai sifat yang cuek dan dingin terhadap orang lain, Varo juga sudah
mengetahui alasan Vallen bersikap seperti itu, ya kedekatan mereka semakin hari
semakin dekat dan itu membuat Vallen berani untuk menceritakan tentang dirinya
pada Varo dan sebaliknya Varo juga menceritakan juga tentang dirinya pada
Vallen. Tetapi ada satu hal yang tidak Varo ceritakan ke Vallen yaitu tentang
dirinya yang sudah lama mengidap penyakit Leukimia. Varo berpikir bahwa ia
butuh waktu yang pas untuk menceritakan hal ini. Sejak adanya Varo, hidup
Vallen yang semula sepi dan tidak berwarna menjadi sangat berwarna sejak
kedatangannya. Bahkan Vallen yang sekarang lebih sering tertawa dan tersenyum
tetapi hanya didepan Varo lah ia bisa seperti ini. Varo dan Vallen sering
menghabiskan waktu bersama dengan sekedar berjalan ditaman ataupun bermain
video games dirumah Vallen atau rumah Varo.
Suatu hari, Varo tidak masuk
sekolah. Vallen merasa kesepian karena tidak ada Vano yang selalu menceritakan
hal konyol yang mampu membuat Vallen tertawa. Sepulang sekolah, Vallen pergi
kerumah Varo untuk mengetahui sebab kenapa ia tidak masuk, tetapi rumah Varo
terlihat sepi dan tidak ada seorangpun. Vallen pun pulang dengan perasaan
kecewa karena tidak berhasil menemui orang yang dicarinya. Sudah kurang lebih 2
minggu Vano tidak masuk sekolah, dan selama itu juga tidak ada yang mengetahui
sebab tidak masuknya Varo, tidak ada yang mengetahui bahwa Varo sekarang berada
dirumah sakit sedang melawan penyakit Leukimia yang sudah dideritanya sejak
umur 10 tahun itu. Sejak SD, Vano memang jarang masuk karena sering bolak-balik
masuk rumah sakit. Hari itu Varo memutuskan untuk pergi kerumah Vallen, ia
meminta izin kepada orang tuanya dulu, “mah, pah aku mau kerumah Vallen ya,
bolehkan?” tanya Varo, “kamu mau ngapain Var?” jawab mereka, “ aku mau ngasih
Vallen kabar bahwa aku baik-baik aja” jawabnya, “tapi kamu kan baru aja sehat
sedikit, masa kamu udah mau pergi aja nanti kalo kamu kenapa-napa gimana?”
balas orang tua Varo, “plis mah, pah aku cuma pergi sebentar saja, nanti
setelah habis ketemu Vallen, aku langsung balik lagi kesini kok” jawab Varo
memohon. Karena tidak tega, akhirnya kedua orang tua Varo mengizinkannya pergi
kerumah Vallen. Varo pikir bahwa ini saat yang tepat buat ia memberitahukan
tentang penyakitnya. Beberapa menit kemudian Varo sampai dirumah Vallen,
“Vallen! Vallen!” panggilnya, “iya tunggu sebentar” jawab salah seorang
pembantu Vallen, “eh ada mas Varo” ucapnya, Varo tersenyum, “Vallen nya ada
bi?” tanya Varo, “oh ada sebentar bibi panggilkan dulu” jawab pembantu Vallen
seraya mempersilahkan Varo untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamu tersebut.
Lalu munculah seorang perempuan yang sudah beberapa hari belakangan ini mengisi
hari-harinya. “Varo?” ucap Vallen tak percaya, “hai” jawab Varo dengan senyum
tiga jarinya, “dari kemaren kamu kemana aja?” tanya Vallen, “Val ada yang
pengen aku omongin sama kamu, ikut aku yuk” jawab Varo, “tunggu, kamu jawab
dulu pertanyaan aku” ucap Vallen kesal, “iya nanti ditaman aku jelasin
semuanya” jawab Varo. Sesampainya ditaman mereka duduk disalah satu bangku
dibawah pohon yang rindang, terjadi hening beberapa saat sampai Varo menarik
nafas panjang dan mulai berkata, “Val, aku mau ngasih tau ke kamu alasan aku
gak masuk selama 2 minggu itu, tapi plis aku mohon kamu jangan potong omongan
aku dulu” ucap Varo, Vallen hanya mengangguk sebagai tanda, dan mengalirlah
semua cerita itu, “Val, kamu tau enggak betapa senengnya aku pas pertama lihat
kamu? Sejak awal ketemu aku udah yakin kalau kita akan deket seperti ini,
awalnya memang kamu itu dingin, jutek dan tidak peduli tapi aku tetep berusaha
buat kamu ketawa sampai akhirnya aku berhasil. Sampai saat dimana kamu cerita
ke aku tentang alasan sikap kamu kaya gini dan sejak itu kita jadi sering
cerita satu sama lain, tetapi ada satu hal yang belum aku ceritakan kekamu,
yaitu tentang penyakit aku.” Varo terdiam sejenak dan Vallen sudah membulatkan
matanya terkejut, “pe-penyakit apa Var?” tanya Vallen, “aku punya penyakit
leukemia yang udah aku alami dari umur 10 tahun, kata dokter hidup aku udah
engga lama lagi, 2 minggu kemarin aku gak masuk karena aku dirawat, aku memang
tidak memberitahu siapapun soal ini, yang tahu hanya pihak sekolah. Sebelum aku
pergi, aku mau kamu tau tentang perasaan aku yang udah mulai berubah sejak kita
semakin dekat, perasaan yang awalnya hanya sebatas teman lalu berubah menjadi
sahabat. Aku tau hidup aku udah gak lama lagi dan aku ingin kamu tau kalau aku
sangat menyayangimu. Mungkin setelah ini kits tidak akan bersama lagi tapi aku
mohon sama kamu untuk tidak bersikap dingin lagi kepada orang lain, aku mau
kamu lebih terbuka dengan orang lain. Jangan jadikan kesibukan orang tua mu
membuat kamu bersikap kaya gini, kamu tidak pernah sendiri Val, walaupun orang
tuamu sibuk tapi kamu masih punya 5 pelayan kamu dan kamu juga pasti punya
banyak teman kalau kamu berubah. Aku engga mau kalau setelah aku pergi kamu
masih bersikap seperti ini. Cuma itu yang bisa aku bilang ke kamu, aku sayang
banget sama kamu Val.” Setelah itu Varo memeluk Vallen dan tiba-tiba tubuh Varo
menjadi lemah dan seketika gelap semua. Vallen panik melihat itu, dia mencoba
mengguncangkan tubuh Varo tetapi tidak ada kemajuan, akhirnya Vallen menelpon
ambulan dan beberapa menit ambulan tersbut sampai dan segera membawa Vano
kerumah sakit. Varo dibawa masuk oleh suster menuju ruang UGD, beberapa saat
kemudian orang tua Varo datang dan menghampiri Vallen, Vallen yang memang sudah
dekat dengan orang tua Varo seketika berlari dan langsung memeluk ibu Varo, “tan,
Varo gak kenapa-napa kan tan?” ucap Vallen mulai terisak, mamah dan papah Varo
berusaha untuk menenangkan Vallen. Lalu setelah 1 jam, seorang dokter keluar
dari ruangan tersebut dengan wajah pucat, “kami sudah berusaha tetapi…. Maaf
anak anda tidak tertolong” ucap dokter sedih. Seketika tangis Vallen menggema,
Vallen tidak percaya bahwa Varo akan meninggalkannya. Setelah kepergian Vano,
Vallen kembali menjadi gadis yang pendiam. Vallen masih tidak percaya bahwa, Varo
akan pergi secepat ini. Selama 1 minggu ia terpuruk, tapi suatu hari Vallen
memikirkan kata-kata Varo yang meminta dirinya untuk barubah dan Vallen yakin
jika ia menuruti apa yang dikatakan Vano maka Varo pasti akan bahagia disana.
Sejak itu Vallen berubah menjadi gadis yang tidak lagi bersikap dingin dan
cuek, ia sekarang adalah gadis periang yang memiliki banyak teman.
Tuhan mempertemukan seseorang pasti dengan sebuah alasan dan memisahkan seseorang pasti dengan sebuah alasan pula. Sebuah alasan yang mungkin menurut kita itu bukan yang terbaik tetapi menurut Tuhan itu merupakan suatu alasan yang terbaik untuk kita. Jangan pernah menyesali takdir yang sudah ditulis Tuhan untuk kita. Karena semua ini pasti akan indah pada waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar